Ahad 09 Sep 2018 16:38 WIB

Usai Gempa Warga Lombok Barat Terserang Malaria

Ada 104 yang positif malaria termasuk bayi dan ibu hamil.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Gita Amanda
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid meninjau sejumlah lokasi pengungsian di Lombok Barat.
Foto: Humas Pemkab Lombok Barat
Bupati Lombok Barat Fauzan Khalid meninjau sejumlah lokasi pengungsian di Lombok Barat.

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Bupati Lombok Barat (Lobar) Fauzan Khalid sedang menimbang soal penetapan status kejadian luar biasa (KLB) terkait wabah malaria yang melanda sejumlah wilayah terdampak gempa di Lobar.

"Tadi Kepala Dinas Kesehatan (Lobar) melaporkan sudah ada 104 yang positif malaria, ada bayi dan ibu hamil juga," ujar Fauzan kepada Republika.co.id di Lobar, NTB, Ahad (9/9).

Pemkab Lobar, kata dia, memiliki dua opsi dalam penanganan wabah malaria. Opsi pertama menetapkan status KLB, dan opsi kedua tidak dengan status KLB. Kedua opsi tersebut saat ini sedang dikaji sebelum hasilnya diumumkan.

Fauzan mengatakan, berdasarkan Permenkes, kondisi malaria di Lobar sejatinya sudah bisa dikategorikan KLB. Sebab, dari segi warga yang terdampak malaria mengalami peningkatan dua kali lipat lebih dibandingkan pada bulan yang sama saat tahun lalu.

"Parameter (KLB) salah satunya, dua kali lipat dari tahun dan bulan yang sama pada tahun lalu. Kita (Lobar) sudah lebih dari dua kali lipatnya," kata Fauzan.

Dia menjelaskan, penetapan status KLB akan membuat penanganan lebih optimal. Dia mengambil contoh, jika satu dusun terdapat 700 jiwa, maka seluruhnya harus diperiksa kesehatannya.

"Konsekuensinya ada pada anggaran, artinya boleh anggaran dipakai untuk itu dan itu biasanya dari (pemerintah) provinsi, jadi provinsi wajib memenuhi semua keperluannya," ucapnya.

Intinya, Pemkab Lobar, kata Fauzan, sedang melakukan kajian sebelum memutuskan soal kondisi wabah malaria."Kalau semisal tanpa KLB bisa (menangani), kita bisa optimal, ya, tidak usah KLB. Tapi kalau KLB bisa lebih optimal, ya, nggak apa-apa juga. Saya kasih batas waktu sampai hari ini (kepada jajaran terkait untuk memutuskan status KLB)," katanya menambahkan.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan Lobar, Rahman Sahnan Putra mengatakan wabah malaria yang melanda para pengungsi di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) semakin meluas. Sejak ditemukannya empat kasus di Desa Bukit Tinggi, Kecamatan Gunungsari, jumlah korban sudah meluas ke desa lain di kecamatan yang sama.

"Ada 32 korban terdeteksi mengidap malaria hanya dalam satu wilayah kerja Puskesmas Penimbung," ujar Rahman di Lobar, NTB, Jumat (7/9).

Kata dia, wabah tersebut sudah semakin meluas. Menurut catatan Dinas Kesehatan Lobar, sudah ada 103 orang positif terkena malaria dengan penyebaran mencapai 28 dusun, 10 desa, dan empat wilayah kerja Puskesmas. Dari jumlah tersebut, lima orang terpaksa dirawat inap karena sudah parah.

"Dengan melihat jumlah warga yang mengidap malaria, bahkan sudah mengenai ibu hamil dan bayi, kondisi ini sudah out break (KLB)," ucap Rahman.

Ia menilai, penaikan status menjadi KLB tidak masalah. Menurutnya persoalan citra daerah tidak lebih besar dari upaya penyelamatan para pengungsi. "Ini soal nyawa manusia," kata dia.

Rahman mengaku sudah lama melaporkan kejadian itu ke Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, namun belum mendapat respons. "Kalau dari jajaran Dirjen sudah ada," kata Rahman menyebutkan Direktorat Jendral P2P dan Kesmas yang sudah dan akan menurunkan timnya di Lobar.

Selain pihak direktorat, Rahman mengaku sudah mendapat dukungan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). BNPB membantu dengan memberikan 135 kelambu, tapi masih sangat kurang. Dari pemetaan yang dibuat, setidaknya mereka membutuhkan 10 ribu kelambu untuk membantu para pengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement