REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Menteri Pariwisata Arief Yahya memprediksi, nomadic tourism atau wisata nomadik akan menjadi tren berikutnya dalam industri pariwisata Indonesia. Konsep ini merupakan gaya berwisata baru di mana wisatawan dapat menetap dalam kurun waktu tertentu di suatu destinasi wisata dengan amenitas yang dapat berpindah-pindah.
Arief menuturkan, setidaknya 27 juta wisatawan mancanegara ingin masuk ke Indonesia untuk menikmati wisata nomadik. Sebagian besar di antaranya adalah generasi muda yang haus akan pengalaman baru. "Untuk di Indonesia sendiri, ada 21 juta turis yang mereka senang dengan konsep luar ruang, sesuai dengan wisata ini," ucapnya kepada Republika di Jakarta, Kamis (6/9).
Sayangnya, permintaan yang tinggi tersebut belum dapat difasilitasi oleh pengusaha Indonesia. Sampai sejauh ini, setidaknya hanya ada 300 destinasi yang menawarkan wisata nomadik. Di antaranya di daerah Rancabali Ciwidey, Bandung, Jawa Barat yang menghadirkan konsep glamour camping atau kemping mewah.
Arief berharap, banyak pelaku usaha dan investor yang tertarik untuk mengembangkan destinasi wisata nomadik karena terbilang mudah dan murah. Biaya investasi yang dibutuhkan untuk pembangunan satu kawasan mencapai Rp 100 miliar. "Hanya perlu ada atraksi pariwisata yang menarik, maka pengadaan akses dan amenitas bisa dilakukan dengan menggunakan bahan baku yang bisa dipindah. Misalnya pembangunan glamp camp atau dengan live on board, caravan, dan home pod," ujarnya.
Ada tiga aspek yang dapat dikembangkan pelaku usaha untuk terlibat dalam wisata nomadik. Pertama, akses seperti seaplane. Fasilitas ini lebih cepat dan murah dibanding harus menunggu pembangunan bandara. Kedua, ameniti, yakni glamping, caravan dan homepod. Terakhir, atraksinya yang memberikan pengalaman berbeda pada wisatawan, khususnya untuk generasi milenial.
Arief mengakui, pendapatan yang dihasilkan dari destinasi wisata nomadik memang tidak bisa diraih dalam jangka waktu pendek. Selain itu, value tertinggi dari destinasi ini bukanlah direct return, melainkan indirect seperti media value. "Ketika ada tempat baru yang unik, pasti eksposurenya tinggi, terlebih di zaman media sosial saat ini," tuturnya.
Arief memprediksi, media value dari destinasi wisata nomadik ini lima kali lipat lebih besar dibanding dengan direct revenue. Pola ini sama seperti digital company seperti Gojek dan Traveloka yang pendapatannya lebih banyak melalui media value.
Kemenpar akan mengembangkan pariwisata nomadik di empat destinasi prioritas, yaitu Danau Toba, Labuan Bajo, Mandalika, dan Borobudur. Keempatnya nantinya akan menjadi pilot project sebagai destinasi yang mendapat bantuan pengembangan dari pemerintah.