Jumat 07 Sep 2018 19:07 WIB

DIY Mulai Bersiap Jelang Masa Pancaroba

Musim penghujan akan memasuki daerah DIY bagian tengah pada darasian dua.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Yusuf Assidiq
Pengendara motor melintas saat hujan.
Foto: Nico Kurnia Jati.
Pengendara motor melintas saat hujan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Musim kemarau di sekitaran DIY akan segera berakhir. Karenanya, persiapan-persiapan untuk menghadapi datangnya masa pancaroba sudah harus dilakukan dari sekarang sebelum musim hujan benar-benar datang.

Setelah berlangsung beberapa bulan terakhir, musim kemarau yang terjadi di hampir seluruh wilayah DI Yogyakarta tahun ini akan segera berakhir. Dalam beberapa pekan ke depan, diperkirakan masa pancaroba akan dimulai.

Perubahan kondisi cuaca yang drastis tentu akan berpengaruh ke sendi-sendi kehidupan masyarakat. Terlebih, beberapa bulan terakhir kekeringan sempat melanda sebagian wilayah-wilayah di kabupaten/kota DI Yogyakarta.

Kepala Stasiun Klimatologi, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Mlati, Agus Sudaryatno, mengatakan persiapan-persiapan sudah bisa dilakukan masyarakat jelang berakhirnya musim kemarau.

Tapi, khusus daerah-daerah yang masih kerap mengalami kekeringan, ia mengimbau masyarakat untuk menggunakan air bersih secara hemat. Agus menekankan, jangan sampai penggunaan air disalahgunakan saat kondisi kekeringan.

"Artinya, air bersih untuk minum jangan dimanfaatkan untuk keperluan pertanian karena akan memperparah kondisi lapangan," kata Agus, kepada Republika.co.id, Jumat (7/9).

Terkait masuknya pancaroba, ia menuturkan, pertama masyarakat yang ada di daerah-daerah dataran rendah agar membersihkan selokan-selokan. Pasalnya, untuk dataran rendah risiko tertingginya tentu banjir.

Kedua, lanjut Agus, untuk masyarakat yang ada di daerah-daerah lereng, seperti Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Kulonprogo, risiko bencana yang biasanya terjadi tidak lain tanah longsor.

Untuk itu, ketika ada hujan deras terjadi di daerahnya agar waspada, dan masyarakat harus siap mengamankan diri. Namun, imbauan persiapan-persiapan tentu bukan cuma kepada masyarakat.

Kepada pemerintah-pemerintah setempat, ia mengimbau agar segera melakukan kontrol terhadap pohon-pohon besar. Jika ada pohon-pohon yang dirasa sudah rindang, sudah bisa mulai dikurangi dahannya.

Ia menekankan, persiapan-persiapan memang seharusnya sudah dilakukan dari sekarang. Sebab, jika saat masa pancaroba sudah memasuki sekitaran DIY, tidak bisa diprediksi waktu-waktu terjadinya bencana.

"Jangan sampai musim pancaroba masuk kena angin kencang dahan-dahan jatuh, bisa menjatuhi tiang-tiang listrik, terutama yang berpotensi misal dahan-dahan yang bersinggungan dengan kabel listrik," ujar Agus.

Agus menerangkan, untuk musim hujan di sekitaran DIY, BMKG Mlati memprakirakan akan terjadi pada awal November 2018 mendatang. Dasarian (10 hari) pertama diperkirakan memasuki wilayah satu yaitu DIY bagian utara.

Musim penghujan akan memasuki daerah-daerah DIY bagian tengah pada darasian dua. Sedangkan, pada dasarian tiga, musim penghujan diperkirakan baru akan memasuki daerah-daerah DIY bagian selatan.

DIY bagian selatan sendiri dimaksudkan untuk daerah-daerah selatan dari Kabupaten Gunungkidul. Untuk daerah-daerah selatan yang berada di bagian barat diperkirakan akan masuk ke dasarian dua.

Terdapat sediki perbedaan, lantaran biasanya secara klimatologi umumnya musim hujan terjadi dari bagian barat ke bagian selatan (tenggara). Kali ini, BMKG Mlati memprakirakan musim hujan akan dimulai daerah bagian utara.

Alasan terjadinya musim hujan di daerah-daerah DIY bagian utara lebih dulu dikarenakan kondisinya yang lebih lembab belakangan ini. Tapi, walau sudah terjadi beberapa kali hujan, ia menampik DIY sudah memasuki musim hujan.

"Hujan itu karena adanya aliran mata udara yang lembab yang masuk ke wilayah-wilayah Indonesia atau biasa disebut Madden-Jullian Oscillation (MJO)," kata Agus.

Artinya, hujan-hujan yang sudah beberapa hari terakhir terjadi di daerah-daerah sekitaran DIY, tidak menandakan masuknya musim hujan. Ia mengatakan, DIY masih berada di musim kemarau menuju masa pancaroba.

Untuk masa pancaroba sendiri, BMKG Mlati memperkirakan terjadi di DIY pada awal Oktober sampai akhir Oktober 2018 mendatang. Kalaupun ada perubahan-perubahan, kemungkinan akan terjadi pada akhir September 2018 ini.

Agus menjelaskan, untuk musim pancaroba yang perlu diwaspadai di antaranya angin kencang, dan hujan lebat dengan durasi pendek. Ia mengingatkan, biasanya hujan datang disertai petir-petir.

Ketika masa pancaroba tiba, ia berharap masyarakat sudah memahami bagaimana untuk menghadapinya. Karenanya, harus sudah diberikan imbauan-imbauan untuk setidaknya mengingatkan.

Misalkan, ketika hujan lebat terjadi, masyarakat yang sedang berkendara, utamanya menggunakan kendaraan roda dua, agar tidak berteduh di bawah pohon. Pasalnya, pohon-pohon itu bisa tumbang karena angin kencang.

"Tapi itu bukan sekarang, masih nanti ketika pancaroba tiba, sekarang masih masuk musim kemarau," ujar Agus.

Sebelumnya, Kepala BMKG Pusat, Dwikorita Karnawati, sudah mengimbau masyarakat Indonesia untuk mewaspadai cuaca ekstrim saat musim hujan tiba. Tahun ini, ia memperkirakan musim hujan terjadi pada Oktober-Desember 2018.

BMKG memperkirakan, puncak musim hujan 2018/2019 akan terjadi pada Januari-Februari 2019. Sebanyak 78 zona musim di Sumatra, sebagian besar Jawa, NTT, sebagian Sulawesi, awal musim hujan terjadi Oktober.

Untuk awal November 2018, ada 147 zona musim meliputi Sumatra, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Papua, dan 85 zona musim pada Desember 2018. Umumnya, awal musim hujan di Indonesia mundur sebanyak 237 zona musim.

Ia menjelaskan, sepakan terakhir BMKG mengamati terjadinya aktivitas MJO atau massa udara basah dan fenomena gelombang atmosfer lain yang cukup signifikan teradi di wilayah-wilayah Indonesia.

Akibatnya, memberikan signifikansi peningkatan curah hujan di beberapa titik. Kondisi itu diperbuat adanya pelemahan pusat tekanan tinggi di Australia, yang mengakibatkan dorongan massa udara keringdan dingin yang melemah.

"Sehingga, massa udara di wilayah-wilayah Indonesia, khususnya bagian selatan ekuator relatif menjadi lebih lembab," kata Dwikorita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement