Jumat 07 Sep 2018 18:07 WIB

Rupiah Melemah, Pemerintah Dinilai Tampilkan Kepanikan

Respons pemerintah seolah tengah meredam fluktuasi psikologi pasar.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Fernan Rahadi
Ketua Badan Litbang DPP BM PAN, Aria Ganna
Foto: dokpri
Ketua Badan Litbang DPP BM PAN, Aria Ganna

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah dinilai tengah memperlihatkan kepanikan akan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar. Menurut Barisan Muda Penegak Amanat Nasional (BM PAN), hal tersebut terlihat dalam cara pemerintah merespons hal tersebut.  

Ketua Badan Litbang DPP BM PAN Aria Ganna mengungkapkan, momentum depresiasi rupiah tersebut seharusnya menjadi stimulus pemerintah untuk introspeksi dalam mengelola makro ekonomi. Respons pemerintah, lanjutnya, seolah tengah meredam fluktuasi psikologi pasar, namun malah seperti menimbulkan kepanikan. 

"Tak kurang juga penguasa sibuk membuat infografik membangun narasi kekuatan fundamental ekonomi. Barisan Muda (BM) PAN memandang bersliwerannya komentar elite pemerintah yang sibuk membuat alasan dan analisa justru seperti menampilkan orkestra kepanikan," kata Aria berdasarkan siaran pers yang diterima Republika, Jumat (7/9). 

Ia pun menyebutkan, ada empat hal yang menjadi perhatian terkait melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar ini. Pertama, utang luar negeri yang besar disebabkan rezim suku bunga kredit tinggi. 

"Pengusaha menjadi lebih memilih utang luar negeri karena bunganya lebih murah akan tetapi dampaknya permintaan dolar akan meningkat tajam bilamana jatuh tempo pembayaran utang," kata pria yang juga dosen ekonomi Kwik Kian Gie School of Business tersebut. 

Kedua, edukasi pemerintah untuk meningkatkan kecerdasan finansial dirasa belum cukup berhasil. Hal tersebut terbukti dalam penyerapan obligasi pemerintah dan investor di pasar modal yang masih mengandalkan dana asing.  "Akibatnya, ketika terjadi dana keluar (capital outflow) reaksi pasar keuangan langsung galau," katanya. 

Ketiga, pemerintah dalam mengembangkan industrialisasi di Indonesia jauh dari yang diharapkan. Masyarakat Indonesia, lanjutnya, hanya menjadi pasar barang dan jasa negara lain. Keempat, dalam mengendalikan stabilitas harga pangan, pemerintah harus menerapkan strategi yang instan yaitu impor bahan pangan. 

"Berbaik sangka kami, impor bahan pangan ini untuk mengendalikan inflasi akan tetapi kalau kemudian terlalu bersemangat impor bahan pangan kami menjadi punya dugaan ada oknum yang menjadi pemburu rente," ujarnya. 

Menurut Aria, keempat poin tersebut justru dikesampingkan oleh pemerintah. "Maka kami agak susah optimis melihat masa depan rupiah meski ratusan infografik dan analisa dibuat untuk meningkatkan kepercayaan diri," tutupnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement