REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Wabah malaria yang melanda para pengungsi di Kabupaten Lombok Barat (Lobar) semakin meluas. Kepala Dinas Kesehatan Lobar, Rahman Sahnan Putra mengatakan, sejak ditemukannya empat kasus malaria di Desa Bukit Tinggi, Kecamatan Gunungsari, jumlah korban sudah meluas ke desa lain.
"Ada 32 korban terdeteksi mengidap malaria hanya dalam satu wilayah kerja Puskesmas Penimbung, Kecamatan Gunungsari," ujar Rahman di Lobar, NTB, Jumat (7/9).
Menurut catatan Dinas Kesehatan Lobar, sudah ada 103 orang positif terkena malaria dengan penyebaran mencapai 28 dusun, 10 desa, dan 4 wilayah kerja Puskesmas. Dari jumlah tersebut, lima orang terpaksa dirawat inap karena sudah parah.
"Dengan melihat jumlah warga yang mengidap malaria, bahkan sudah mengenai ibu hamil dan bayi, kondisi ini sudah out break atau Kejadian Luar Biasa (KLB)," lanjutnya.
Ia mengaku sedang membahas hal tersebut bersama Bupati Lobar, Fauzan Khalid. Rahman menilai perlunya penaikan status menjadi KLB karena menurutnya citra daerah tidak lebih besar dari upaya penyelamatan para pengungsi.
"Kalau dinaikkan statusnya menjadi KLB, tidak masalah. Ini soal nyawa manusia," ucap Rahman.
Rahman mengaku sudah sejak lama melaporkan kejadian itu ke Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, namun belum mendapat respons. "Kalau dari jajaran Dirjen sudah ada," kata dia yang menyebutkan Direktorat Jendral P2P dan Kesmas sudah dan akan menurunkan timnya di Lobar.
Selain pihak direktorat, Rahman mengaku sudah mendapat dukungan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). "BNPB membantu dengan memberikan 135 kelambu, tapi masih sangat kurang," ujarnya. Dari pemetaan yang dinasnya buat, setidaknya mereka membutuhkan 10 ribu kelambu untuk membantu para pengungsi.
Bupati Lobar Fauzan Khalid juga sependapat. Fauzan menganggap penetapan KLB untuk kasus malaria itu tidak akan berdampak besar selama asas kemanfaatan bagi para pengungsi lebih besar.
"Kalau dengan KLB kita bisa lebih melayani warga, kenapa tidak, itu kenapa kita selalu nuntut dibantu huntara (hunian sementara)," ujar Fauzan.
Fauzan menilai, keberadaan huntara sangat penting dalam menjaga kondisi kesehatan warga yang hingga kini masih tinggal di tenda pengungsian. Ia menilai, keberadaan huntara bermanfaat dalam melindungi kesehatan warganya dari penyakit terlebih menjelang musim penghujan.
Namun, ia membutuhkan bantuan pemerintah pusat untuk bisa mengalokasikan anggaran untuk mendirikan huntara. Ia perkirakan butuh dana mencapai Rp 15 miliar sembari menunggu bantuan rehabilitasi dan rekonstruksi rumah rusak akibat gempa.
"APBD kita sudah tidak bisa untuk itu," katanya.