Jumat 07 Sep 2018 07:14 WIB

Penegakan Hukum Berlapis pada Kasus Karhutla

Konferensi ini merupakan upaya bersama untuk melawan kejahatan kehutanan.

Rep: Maspril Aries/ Red: Agus Yulianto
Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Menjadi pembicara pada “Interpol: Global Forestry Crime Conference”// di Lyon, Perancis yang berlangsung 4 – 6 September 2018.
Foto: Humas Kemen LHK
Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Menjadi pembicara pada “Interpol: Global Forestry Crime Conference”// di Lyon, Perancis yang berlangsung 4 – 6 September 2018.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Penegakan hukum dalam kasus kejahatan kehutanan, termasuk kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla), menjadi perhatian serius Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutan (LHK). Saat ini, berbagai inisiatif penegakan hukum terhadap kasus karhutla terus dikembangkan pemerintah untuk meningkatkan efek jera pelaku kebakaran hutan.

Dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Kamis (6/9) Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani yang tengah berada di Perancis dan berbicara di depan peserta “Interpol: Global Forestry Crime Conference” di Lyon mengatakan,setelah penerapan berbagai langkah hukum penyegelan, sanksi administrasi termasuk pembekuan dan pencabutan izin, gugatan perdata ganti rugi dan pidana korporasi, maka Kementerian LHK mndorong penerapan hukum multidoor.

Menurut Dirjen Penegakan Hukum yang akrab disapa Roy, peningkatan efek jera kasus kebakaran hutan dan lahan dilakukan menggunakan berbagai undang-undang, termasuk undang-undang pencucian uang.

Roy yang mewakili Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menjelaskan, tentang upaya Pemerintah Indonesia menangani karhutla dengan adanya penurunan kebakaran hutan yang terjadi karena berbagai kebijakan dan langkah tegas yang dilakukan pemerintah sejak 2015.

“Sejak kebakaran hebat 2015, pemerintah telah mengupayakan pencegahan melalui patroli-patroli daerah rawan kebakaran, pemadaman kebakaran oleh Satgas Karhutla, dan penegakan hukum berlapis secara tegas dilakukan Pemerintah Indonesia melalui sanksi administratif, gugatan perdata, dan pidana, termasuk menyegel lokasi yang terbakar,” katanya

Menurut Dirjen Penegakan Hukum di depan peserta konferensi dari 50 negara anggota interpol internasional, kebakaran hutan pada 2018 menurun signifikan dibandingkan kebakaran hutan 2015.

Ridho juga memaparkan dampak kejahatan kehutanan lintas generasi, tidak hanya generasi sekarang yang mengalami tapi generasi yang akan datang akan menderita. “Ini persoalan keadilan antar generasi,” katanya.

Di Indonesia, menurut Ridho, ada beberapa inisiatif penting dalam penegakan hukum lingkungan di Indonesia. Yaitu, program sertifikasi hakim lingkungan, pengembangan sistem intelijen berbasis teknologi informasi, jaringan data, satelit dan drone, serta ahli.

Inisiatif penegakan hukum dengan menggunakan berbagai instrumen hukum, pengembangan teknologi pendukung dan pelibatan ahli yang diterapkan di Indonesia tersebut mendapat apresiasi Grank William Pink guru besar hukum dari Universitas New England, Australia. “Penegakan hukum harus berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi,” katanya. 

Konferensi Interpol “Global Forest Crime” di Lyon, Perancis, 4-6 September 2018 ini membahas kejahatan kehutanan terkait pencucian uang dan korupsi, illegal logging, kebakaran kehutanan, serta teknologi untuk mendukung surveillance, intelijen, dan penyidikan. 

Peserta konferensi memberikan perhatian serius pada kejahatan illegal logging, perambahan, dan kebakaran hutan. Konferensi membahas juga kejahatan kehutanan yang terus berkembang dari sisi keterlibatan jaringan aktor antarnegara di tingkat global, modus operandi, aliran uang hasil kejahatan maupun dampak yang ditimbulkan. 

Para peserta dari 50 negara juga bersepakat bahwa kejahatan kehutanan sangat serius karena berdampak luas, tidak hanya menimbulkan kerugian negara-negara kehilangan pendapatan, juga mengancam ekosistem hutan dan kehidupan masyarakat, pemanasan global dan perubahan iklim.

Menurut Davyth Stewart dari Interpol Environmental Security Program, konferensi ini merupakan upaya bersama untuk melawan kejahatan kehutanan. Kejahatan kehutanan berdampak sangat serius dan lintas negara, sehingga kolaborasi aparat penegakan hukum di tingkat global dibutuhkan. 

Pertemuan juga melahirkan kesepakatan memperkuat kelembagaan penegakan hukum kejahatan kehutanan di tingkat global dengan membentuk Forestry Crime Executive Board. Dirjen Penegakan Hukum Kementerian LHK Rasio Ridho Sani salah satu nominasi anggota Executive Board. 

Delegasi Indonesia pada konperensi di Perancis tersebut berasal Polri, PPTAK, Kementerian LHK dengan dipimpin Direktur Tipiter Bareskim Polri Brigjen Pol Muhammad Fadhil Imran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement