Kamis 06 Sep 2018 17:21 WIB

Kemarau Panjang, KLHK Jaga Titik-Titik Panas

Musim kemarau masih akan bertahan sekitar sebulan ke depan menambah risiko kebakaran.

Rep: Inas Widyanuratikah/ Red: Andi Nur Aminah
Dua pemadam kebakaran Kapuas Bhakti Pontianak menyemprotkan air ke hutan yang terbakar di belakang perumahan Residence Borneo Khatulistiwa di Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Sabtu (18/8).
Foto: Antara/Jessica Helena Wuysang
Dua pemadam kebakaran Kapuas Bhakti Pontianak menyemprotkan air ke hutan yang terbakar di belakang perumahan Residence Borneo Khatulistiwa di Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya, Kalbar, Sabtu (18/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya mengajak seluruh jajarannya Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk siaga melihat prediksi cuaca. Hal ini perlu dilakukan untuk mempersiapkan langkah-langkah pengendalian kebakaran hutan dan lahan di Indonesia.

Musim kemarau yang masih akan bertahan selama sekitar satu bulan ke depan menambah risiko kebakaran lahan lainnya. Siti mengungkapkan bulan September selalu menjadi saat yang cukup rawan bagi KLHK. Pasalnya pada 2015 lalu kebakaran mulai terjadi di pekan pertama dan kedua bulan September.

Namun, berbeda dengan 2015, yang menjadi tahun kelam bagi Indonesia yang mengalami bencana asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan. Pada 2018, KLHK semakin mempersiapkan diri dan siap siaga.

Saat ini, KLHK tercatat telah menurunkan 1.980 orang personel Manggala Agni serta Brigade Karhutla binaan UPT Konservasi Sumber Daya Alam sebanyak 108 orang. Selain itu KLHK juga menurunkan Brigade Karhutla binaan KPH sebanyak 870 orang.

"Seluruh pihak harus bekerja efektif, khususnya dalam melihat laporan hot spot (titik panas), harus cermat dan teliti, titik panasnya harus ditarik ke tingkat akurasi 60 persen sampai 80 persen sehingga benar-benar didapat wilayah-wilayah yang titik panasnya sangat berpotensi menjadi titik api," kata Siti menjelaskan.

Sebelumnya, BMKG mengatakan awal musim hujan di Indonesia untuk tahun 2018 dan 2019 tidak akan terjadi secara serentak. Namun, secara keseluruhan semuanya akan mengalami kemunduran.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan sebanyak 78 ZOM (Zona Musim) atau 22,8 persen di wilayah Sumatera, sebagian besar Jawa, NTT, dan sebagian Sulawesi akan mengalami awal musim hujan pada Oktober 2018. Sementara, sebanyak 147 ZOM atau 40 persen meliputi Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, Kalimantan, Papua, yaitu 85 ZOM atau 24,9 persen akan mulai mengalami musim hujan di Desember 2018.

Hal ini menunjukkan musim kemarau akan terjadi lebih panjang. Oleh karena itu, Dwikorita mengatakan masyarakat harus mewaspadai potensi kebakaran hutan karena musim kering ini.

"Terutama tadi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara dan Sumatra, berarti musim kemaraunya tambah panjang. Nah potensi untuk kekeringan dan kebakaran lahan menjadi tambah panjang. Itu yang perlu diwaspadai," kata Dwikorita, di Kantor BMKG, Jakarta, Selasa (4/9).

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement