Rabu 05 Sep 2018 09:04 WIB

Saat Jakarta Jadi Kota Teratur dan Rapi

Kita sudah membuat branding yang baik tentang Jakarta dan Palembang.

Wartawan Republika, Israr Itah
Foto: Dok, Pribadi
Wartawan Republika, Israr Itah

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Israr Itah*

Tiba juga saatnya Asian Games 2018 berakhir. Setelah bergulir selama dua pekan lebih karena beberapa cabang olahraga mulai bertanding sebelum upacara pembukaan pada 18 Agustus lalu, salam perpisahan harus diucapkan pada Ahad (2/9) malam. Guyuran hujan di Stadion Utama Gelora Bung Karno menjadi penanda selesainya pesta olahraga bangsa-bangsa Asia ke-18 ini.

Indonesia menuntaskan tugasnya menjadi tuan rumah yang baik dengan segala kelebihan maupun kekurangannya. Kesuksesan ini diakui oleh Presiden Dewan Olimpiade Asia (OCA) Sheikh Ahmad Al-Fahad Al-Sabah dalam sambutannya saat hendak menutup secara resmi Asian Games 2018. Uang puluhan triliun yang dikeluarkan untuk membangun infrastruktur olahraga, sarana transportasi, serta biaya penyelenggaraan event--termasuk upacara pembukaan dan penutupan--tak terbuang percuma.

Saya melihat dari sisi branding Jakarta-Palembang secara khusus dan Indonesia secara keseluruhan. Efek publisitasnya mirip yang didapatkan Rusia yang menghabiskan sekitar Rp 182,6 triliun untuk menghelat Piala Dunia 2018. Tentunya dengan skala yang lebih kecil karena ini level Asia. Kita bisa menunjukkan sisi positif bangsa ini serta kemampuan Indonesia menggelar event besar olahraga sekelas Asian Games dengan baik.

Jakarta dan Palembang ternyata dapat dipoles menjadi kota yang rapi dan teratur. Orang-orang Indonesia bersahabat dan membantu, sekaligus bisa juga diajak disiplin. Saya menyaksikan supir bis Transjakarta yang melayani rute Gelora Bung Karno yang bersikeras tak mau menurunkan suporter salah satu negara peserta yang meminta turun bukan di tempat yang telah ditentukan. Meskipun suporter yang membawa keluarganya itu setengah memaksa. Sang supir baru bersedia membuka pintu setelah dijelaskan bahwa suporter tersebut akan ketinggalan pertandingan bila turun di tempat yang telah ditentukan karena kondisi jalanan macet. Sebelum itu, ia berkoordinasi dahulu dengan atasannya sebelum membuka pintu dan mempersilakan rombongan suporter tamu itu turun.

Masyarakat Indonesia ternyata tak manja diajak berjalan menyusuri Kompleks Gelora Bung Karno karena kendaraan mereka tidak diizinkan masuk. Mereka juga dapat teratur mengantre tiket ataupun masuk ke toko merchandise resmi Asian Games. Ya, walaupun sebagian dari mereka kemudian mencak-mencak karena tidak kebagian tiket ataupun kehabisan merchandise setelah lama mengantre.

Sisi lain adalah rasa nasionalisme yang membubung tinggi. Upacara pembukaan Asian Games 2018 yang megah, perjuangan timnas sepak bola Indonesia hingga adu penalti, sampai aksi Anthony Sinisuka Ginting yang terkapar di lapangan badminton membuat bangga rakyat Indonesia. Pada acara penutupan, saya melihat gairah luar biasa orang-orang yang memadati Stadion Utama Gelora Bung Karno saat menyambut atlet-atlet Indonesia ke lapangan serta lagu Indonesia Raya dinyanyikan.

Oh ya, jangan lupakan juga momen berpelukannya dua tokoh politik negeri ini yang akan menjadi rival pada Pemilu 2019, Joko Widodo dan Prabowo Subianto di venue silat. Momen yang membuat adem bangsa ini. Lengkap sudah efek positif dari penyelenggaraan Asian Games 2018 ini.

Lantas, apakah ini semua akan berakhir begitu saja seiring tanda cinta yang ditunjukkan Sheikh Ahmad Al-Fahad Al-Sabah ala personel Cherybelle di panggung penutupan Asian Games 2018, atau aksi Super Junior yang membuat Stadion Utama Gelora Bung Karno pecah dengan jeritan anak-anak muda? Kita semua berharap tidak. Semangat Asian Games 2018 yang mengusung tema Energy of Asia bisa terus bertahan demi kejayaan bangsa ini. Kita semua pasti ingin terus dikenal menjadi bangsa yang baik, rapi, teratur, dan taat aturan. Kita semua pasti ingin tetap bersatu tanpa sekat di bawah Merah-Putih, terlepas dari suku, agama, ras, dan pilihan politik,

Saat kita sudah membuat branding yang baik tentang Jakarta dan Palembang dan negara ini lewat Asian Games 2018 yang didahului dengan torch relay berkeliling negeri, harapannya banyak orang luar yang akan senang berkunjung kemari. Uang datang, ekonomi berputar.

Dari sisi pemerintah, catatan 31 emas Asian Games seharusnya bukan akhir, melainkan awal. Ada Olimpiade 2020 yang akan hadir sebentar lagi. Pemerintah harus langsung bergerak mempersiapkan atlet terbaik untuk kembali mengharumkan Indonesia di pentas dunia. Bulu tangkis tetap jadi andalan, tapi kini kita punya atletik yang bisa mengejutkan. Masih ada angkat besi yang bisa berbicara jika persiapan matang dilakukan. Energi Indonesia tak boleh berhenti di sini. Energi Indonesia harus mendunia.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement