REPUBLIKA.CO.ID, MATARAM -- Lembaga Penanggulangan Bencana Indonesia (LPBI) Nahdlatul Ulama (NU) berharap proses pemilihan bencana gempa di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB), tak semata disandarkan pada program pembangunan fisik.
Pengurus LPBI NU Rurid Rudianto menilai, program pemulihan yang dilakukan pemerintah pusat terkesan mengejar pemulihan infrastruktur fisik dengan cepat, yang memiliki konsekuensi pada kurangnya partisipasi masyarakat terdampak untuk juga memulihkan diri.
"Kalau (infrastruktur) fisik pulih, tapi masyarakatnya pasif, percepatan pembangunan pemerintah harus diimbangi pemerintah dengan dorongan kepada warga agar juga segera pulih dan bangkit," ujarnya di Posko NU Peduli di Universitas NU NTB, Jalan Pendidikan, Mataram, NTB, Senin (3/9).
Dia menyampaikan, prioritas saat masa tanggap darurat tentu akan berbeda dengan pada masa transisi, meski kebutuhan mendasar tetap tidak bisa ditinggalkan begitu saja. Tim NU Peduli Lombok sedang menyusun kajian pascabencana meliputi aspek kemanusiaan, permukiman, fasilitas umum, serta dampak pada ekonomi, sosial, politik, pembangunan manusia, dan lingkungan.
"Harapan kami semoga bisa sampai ke pemangku kebijakan agar bisa seimbangkan antara pembangunan fisik dan juga mental warga," kata Rurid.
Rurid menjelaskan, prinsip pemulihan ialah membangun yang lebih baik dan aman. Ia berharap pemerintah melihat aspek kearifan lokal yang dimiliki warga Lombok, termasuk saat hendak membangun kembali rumah-rumah warga sehingga warga mampu beradaptasi dengan wilayahnya sendiri.
"Kami ingin ada penyesuaian nilai lokal yang berkembang di masyarakat, tentang kebiasaan mereka, bahan-bahan yang dibutuhkan itu mengambil potensi yang ada. Ketika itu dimanfaatkan, percepatan akan pulih, di satu sisi selesaikan urusan fisik, namun ekononi mereka juga terealisasikan," ucapnya.
Pengurus LPBI Yulis Setianto menambahkan, bahwa karakteristik penanganan bencana di setiap daerah berbeda-beda, termasuk di Lombok. Besarnya wilayah terdampak, membuat penanganan bencana di Lombok dan Sumbawa relatif lebih kompleks.
"Masukannya pemerintah tingkatkan kajian risiko, harus ada kajian dengan pendekatan pada kultur masyarakat, dan memang membutuhkan konsentrasi kita semua," ucap Yulis.
Yulis menambahkan, tim NU Peduli akan terus melakukan pendampingan kepada warga terdampak gempa selama enam bulan ke depan.