REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja membantah lembaganya tak serius mengusut dugaan mahar politik. Menurut dia, yang tidak serius mengungkap dugaan mahar politik tak lain adalah Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Partai Demokrat Andi Arief.
Ia menjelaskan, Bawaslu tak bisa melimpahkan tugas pemeriksaan ke Bawaslu Lampung begitu saja. Pasalnya, dalam pemeriksaan itu yang mengerti Bawaslu RI.
"Berarti ini yang gak serius ini pak Andi Arief, bukan kami," kata dia di Jakarta, Jumat (31/8).
Apalagi, lanjut dia, berdasarkan aturan seorang saksi harus melakukan klarifikasi di kantor Bawaslu, bukan di Bawaslu Lampung. Menurut Bagja, dalam permasalahan itu Bawaslu pusat lebih mengerti daripada Bawaslu Lampung.
"Walaupun mereka juga mengerti. Tapi aturanya memang klarifikasi di sini (Jakarta), bukan di sana," tegas dia.
Artinya, Bagja mengklaim Bawaslu sudah melakukan tugas sesuai aturan yang ada. "Gak benar, Pak Andi Arief lah. Jangan dia yang tidak serius kemudian kita yang dituduh tidak serius," kata dia.
Sebelumnya, Andi Arief menilai, Bawaslu tidak serius dan pemalas menyelesaikan laporan dugaan mahar Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS. Menurut dia, jarak Jakarta-Lampung bukanlah alasan Bawaslu tidak mengejar keterangan darinya.
Ia bahkan mengatakan, apabila Bawaslu hanya bekerja di belakang meja maka tidak berbeda dengan mandor pada masa penjajahan Belanda. "Untuk apa Bawaslu dibiayai mahal oleh negara kalau soal jarak saja enggak bisa mereka pecahkan. Bawaslu pemalas dan enggak serius," kata dia kata Andi kepada wartawan, melalui pesan singkat, Jumat (31/8).
Banwaslu menyatakan dugaan mahar sebesar Rp 1 triliun oleh Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS tidak terbukti. Hal ini diungkapkan Ketua Bawaslu, Abhan dalam keterangan tertulis pada Jumat (31/8).
"Bahwa terhadap pokok laporan nomor 01/LP/PP/RI/00.00/VIII/2018 yang menyatakan diduga telah terjadi pemberian imbalan berupa uang oleh Sandiaga Uno kepada PAN dan PKS pada proses pencalonan Presiden dan Wakil Presiden tidak dapat dibuktikan secara hukum," kata Abhan menjelaskan.
Abhan mengatakan, setelah menerima laporan pada 14 Agustus 2018 dari Wakil Ketua Umum LSM Federasi Indonesia Bersatu, Frits Bramy Daniel, pihaknya langsung melakukan tindak lanjut. Selanjutnya, Bawaslu juga telah melakukan pemeriksaan dengan mengundang terlapor dan saksi-saksi untuk melakukan klarifikasi terkait peristiwa yang dilaporkan.
"Dari tiga saksi yang diajukan oleh pelapor, satu saksi atas nama Andi Arief tidak dapat didengarkan keterangannya karena tidak memenuhi undangan yang telah disampaikan oleh bawaslu sebanyak dua kali," kata Abhan melanjutkan.
Ketidakhadiran Andi Arief memenuhi undangan Bawaslu menjadikan laporan tidak mendapat kejrlasan. Hal ini dikarenakan Andi Arief adalah satu-satunya sumber informasi dari pelapor maupun saksi yang menyatakan bahwa peristiwa yang mereka ceritakan bukanlah peristiwa yang mereka lihat langsung melainkan hanya melalui akun Twitter miliknya.
Sebelumnya, melalui akun Twitter miliknya, Andi Arief menuding Sandiaga Uno memberikan mahar politik total Rp 1 triliun kepada PAN dan PKS agar menerimanya sebagai calon wakil presiden pendamping Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto. Hal ini kemudian dilaporkan ke Bawaslu namun gugatan tersebut tidak dikabulkan.
"Bahwa terhadap laporan nomor 01/LP/PP/RI/00.00/VIII/2018 tidak ditemukan jenis dugaan pelanggaran," kata Abhan.