Jumat 31 Aug 2018 20:24 WIB

FAO Indonesia Kampanyekan Hari Pangan Sedunia di Yogya

Di Indonesia, sekitar 20 juta orang di Indonesia masih mengalami rawan pangan

Food and Agriculture Organization
Foto: ist
Food and Agriculture Organization

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Tim Kampanye Road to Zero Hunger FAO Indonesia telah menginjak Yogyakarta sebagai kota kedua dalam rangkaian kampanye Hari Pangan Sedunia 2018 (2018 World Food Day) yang tahun ini bertemakan “Our Actions are Our Future, Zero Hunger 2030 is possible.”

Kampanye ini adalah bagian dari program untuk meningkatkan kesadaran masyarakat Indonesia akan permasalah pangan dan gizi yang menjadi tantangan untuk mencapai Indonesia tanpa kelaparan 2030, seperti yang diamanatkan oleh Sustainable Development Goals. 

Di Indonesia,  sekitar 20 juta orang di Indonesia masih mengalami rawan pangan dan satu dari tiga anak di Indonesia mengalami kekurangan gizi kronis alias stunting. Seperti juga di negara lainnya, rawan pangan dan kemiskinan di Indonesia banyak terjadi di daerah pedesaan, yang menjadi tempat tinggal lebih dari 45 persen penduduk negara ini. 

Kondisi itu membuat banyak dari pemuda di pedesaan pergi ke kota untuk harapan hidup yang lebih baik. Selama 15 tahun terakhir penduduk daerah perkotaan di Indonesia naik sekitar 50 juta orang, sementara jumlah penduduk di pedesaan menyusut sebesar 5 juta orang.

Dengan perubahan yang konstan, penduduk desa semakin kecil. Sementara peran desa akan semakin menguat di masa depan terutama untuk memproduksi pangan untuk penduduk dunia yang bertambah secara eksponensial. 

“Gerakan tanpa kelaparan (Zero Hunger) di Indonesia berpotensi untuk dimulai dari pedesaan. Sebab desa merupakan tempat para produsen makanan kita, para petani, nelayan, dan peternak berasal. Peran serta para milenial di pedesaan memegang peran penting sebab mereka adalah masa depan pangan dan pertanian kita,“ ujar Muhammad Reyza, staf bagian program FAO Indonesia, dalam siaran persnya, Jumat (31/8). 

Dalam rangkaian kampanye di Yogyakarta, FAO Indonesia bekerja sama dengan, Agrayadaya perusahaan sosial yang berada di Sleman. Startup agrobisnis yang didirikan oleh para milenial ini bertujuan membangun sumber daya di pedesaan bersama dengan petani-petani di desa kawasan Perbukitan Menoreh, Yogyakarta untuk memproduksi rempah yang ditanam di areal hutan dan pekarangan (jahe, kunyit, temulawak) dengan standar yang berorientasi pasar. 

Pendiri Agradaya Andhika Mahardika menerangkan startup yang telah dibangun selama empat tahun ini bekerja bersama 157 mitra petani rempah yang berada di dua desa di Perbukitan Menoreh (Yogyakarta) dan menerapkan sistem pertanian yang berkelanjutan. 

“Dengan penerapan sistem ini memberikan dampak kepada kesejahteraan petani dan lingkungan. Petani meningkat pendapatannya hingga 50% dan sistem natural farming memastikan petani mengolah lahan pertanian dengan tidak mengkontaminasi bahan kimia yang merusak lingkungan.” ujarnya. 

Bersama Agradaya, FAO Indonesia mendiskusikan Zero Hunger dengan para pemuda di desa, mengadakan community drawing dengan anak-anak dan melakukan workshop membuat turmeric latte yang menggunakan bahan kunyit yang dihasilkan dari desa binaan. 

Dalam kampanyenya kali ini FAO Indonesia juga  menggandeng Masak Akhir Pekan (MAP) yang memiliki tujuan  meningkatkan kesadaran anak muda untuk meningkatkan pemahaman tentang makanan sambil juga merayakan kekayaan kuliner tradisional Indonesia, dengan cara memasak bersama. 

FAO Indonesia bersama dengan media, pejabat pemerintah, milenial Yogyakarta dan Sigit Paryanto, petani Minapadi Sleman memasak bersama di situs minapadi Sleman. Sigit bersama kelompok taninya Murakabi, telah berhasil mengembangkan Minapadi menjadi bisnis yang menguntungkan.

Di Yogyakarta, tim kampanye FAO Indonesia juga berdiskusi dengan mahasiswa UGM tentang Zero Hunger dan bertemu dengan siswa SD-SMA sekitar situs Minapadi untuk mengkampanyekan lomba poster internasional Zero Hunger yang diadakan FAO untuk anak-anak di dunia. 

Menurut laporan yang diterbitkan bersama oleh FAO, IFAD, WFD dan UNICEF tahun 2016, lebih dari 815 juta orang masih kekurangan gizi kronis. Jumlah ini naik sebesar 38 juta dari 2015. Konflik, peristiwa cuaca ekstrim terkait dengan perubahan iklim dan perlambatan ekonomi membuat perjuangan menghilangkan kelaparan yang melibatkan berbagai lapisan di dunia menjadi semakin dibutuhkan.

FAO akan melanjutkan kampanye di dua kota di Indonesia yang menjadi lokasi proyek FAO, yaitu Kendari pemberdayaan petani Sagu, pada akhir September dan Jakarta untuk membantu pemerintah membangun biosecurity di pasar, ayam sehat dan Antimicrobial Resistance (AMR) di awal Oktober.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement