Rabu 29 Aug 2018 17:26 WIB

OJK DIY : Investasi Bodong di DIY Tergolong Rendah

Di DIY sedikit sekali pengaduan yang masuk.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Yusuf Assidiq
Kantor OJK DIY.
Foto: Yusuf Assidiq.
Kantor OJK DIY.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Investasi bodong di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) masih tergolong rendah. Kepala Otoritas Jasa Keuangan DIY Untung Nugroho mengungkapkan, hal tersebut dikategorikan berdasarkan pengaduan terkait adanya investasi bodong yang masuk.

"Di DIY ini sedikit sekali pengaduan yang masuk. Artinya yang masuk, yang kami monitor masuk ke OJK, pengaduan yang masuk ke Ombudsman sama pengaduan ke Polda DIY ini sedikit," kata Untung saat berbincang dengan wartawan di Hotel Eastparc Yogyakarta, Selasa (29/8).

Ia menuturkan, pengaduan yang masuk ke OJK DIY sendiri hanya satu hingga dua pengaduan saja. Itu pun bukan investasi bodong yang jumlah kerugiannya tidak terlalu besar.

"Kalau yang investasi bodong di OJK malah cuma satu dua orang. Tapi hampir gak ada. Itu kebanyakan seperti pengaduan salah transfer saja. Kalau investasi bodong yang ruginya besar pasti sudah heboh beritanya," tambahnya.

Menurutnya, yang terjadi di masyarakat kebanyakan masih sebatas keluhan karena tertipu dengan penawaran investasi berantai. Namun, tidak ada pengaduan resmi yang dilaporkan. Walaupun begitu, ia berharap investasi bodong tidak berkembang di DIY.

"Memang di masyarakat sering kali bilang banyak (tertipu karena investasi bodong), tapi indikatornya gak ada, cuma keluhan. Kalau gak ngadu kan gak bisa dimonitor. Tapi kalau investasi bodong masal mudah-mudahan gak ada," katanya.

Seperti diketahui sebelumnya, Kepala Kantor PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Perwakilan Yogyakarta, Irfan Noor Riza mengatakan, investasi bodong masih marak terjadi, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Menurutnya, investasi yang baru saja diluncurkan pemerintah yaitu penjualan surat utang negara (SUN) atau Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR004 secara online mulai Senin (20/8), memberi harapan baru bagi investor agar tidak terjebak investasi bodong.

"Karena SBR004 ini sangat menjanjikan dan aman tentunya karena punya pemerintah. Nasionalisme kita juga ditantang dengan adanya ini karena untuk menbiayai pembangunan negara," kata Irfan kepada Republika.co.id.

Irfan mengatakan, sejak 2010 hingga 2017 saja, kerugian yang diakibatkan karena adanya investasi bodong mencapai Rp 105 triliun lebih secara nasional. Di DIY, ia mengatakan angka investasi bodong juga masih tinggi.

"Untuk DIY, saya gak punya datanya. Yang pasti secara nasional itu kerugian akibat investasi bodong sekitar 105 sekian triliun. Jutaan orang yang terlibat di situ. Artinya masyarakat butuh wahana investasi yang baik. Masyarakat ada yang tidak tahu bagaimana caranya investasi sehingga terjebak diinvestasi bodong," katanya.

Untuk itu, perlu adanya sosialisasi dan edukasi terkait investasi tersebut terhadap masyarakat. Tujuannya agar masyarakata melek investasi dan tidak terjebak dalam investasi bodong.

"Kita edukasi, kita sosialisasi, kita tawarkan ada investasi yang sangat manarik yang bisa dimanfaatkan masyarakat. Pilihannya banyak, kalau di pasar modal ada saham, ada obligasi ada reksadana dan termasuk ini (SBR004)," ujarnya.

Sebelumnya, pemerintah resmi menjual surat utang negara (SUN) atau Savings Bond Ritel (SBR) seri SBR004 secara online mulai Senin (20/8) kemarin. Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Luky Alfirman mengatakan pembelian minimum SBR004 sebesar Rp 1 juta dan maksimum Rp 3 miliar.

"Yang SBR004 kita turunkan target minimumnya Rp 1 juta kemudian dengan kelipatannya. Kemudian juga misalkan dulu berbasis Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) rate sekarang BI 7-Day Reverse Repo Rate," kata Luky, di Bursa Efek Indonesia (BEI), Senin (20/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement