REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih mengatakan dirinya hanya menjalankan tugas partai untuk mengawal proyek PLTU Riau-1. Hal tersebut ia ungkapakan usai menjalani pemeriksaan dengan penyidik KPK pada Selasa (28/8).
"Ya saya sampaikan kepada penyidik bahwa saya hanyalah petugas partai. Menjalankan tugas partai untuk mengawal dari PLTU Riau," kata Eni di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (28/8).
Politikus Partai Golkar itu mengaku sudah menyampaikan semua fakta terkait kasus dugaan suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 kepada penyidik KPK. Eni juga menegaskan dirinya tidak ingin menarik orang lain dalam kasus dugaan suap proyek pembangkit listrik milik PT PLN.
"Saya tidak ingin menarik orang lain. Itu bahwa apa yang saya sampaikan, sudah saya sampaikan sejelas-jelasnya kepada penyidik dan tentu itu sudah berdasarkan fakta-fakta yang ada," ujarnya.
Sebelumnya, Eni mengakui sebagian uang sebesar Rp 2 miliar yang diterima dari kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1 digunakan untuk kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar. Dalam Munaslub yang digelar pada pertengahan Desember 2017 lalu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto terpilih aklamasi sebagai ketua umum mengganti Setya Novanto.
Diduga, Eni menerima jatah sejumlah Rp6,25 miliar dari pemegang saham Blackgold Natural Recourses Limited Johannes B Kotjo secara bertahap, dengan rincian Rp4 miliar sekitar November-Desember 2017 dan Rp2,25 miliar pada Maret-Juni 2018.
Sementara narapidana kasus KTP-elektronik Setya Novanto yang juga diperiksa mengaku tidak tahu menahu terkait adanya kesepakatan tersebut lantaran dirinya sudah berada di balik jeruji besi. Namun, mantan Ketum Partai Golkar itu mengaku, telah mendengar informasi soal adanya aliran dana ke Munaslub Partai Golkar dari hasil suap PLTU Riau tersebut. Saat Munaslub, Airlangga Hartarto terpilih sebagai Ketum Partai Golkar pada Desember 2017 silam. "Itu jamannya pas Munaslub itu," ucapnya.
Dalam pemeriksaan kali ini, Novanto mengaku dicecar pertanyaan terkait tiga tersangka dalam kasus ini, yakni ohannes B Kotjo, Eni Saragih dan Idrus Marham. Sementara Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah mengatakan untuk saksi Novanto kPK memperdalam keterangan Nkvanto untuk Idrus tentang pertemuan-pertemuan terkait dengan pembangunan PLTU Riau-1.
"Untuk saksi Eni Maulani Saragih, KPK mengonfirmasi terkait dengan aliran dana," terang Febri.
Dalam kasus ini, KPK menetapkan tiga orang tersangka Ketiga tersangka itu antara lain, Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih, bos Blackgold Natural Resources Limited Johannes Budisutrisno Kotjo dan teranyar Idrus Marham.
Diduga saat menjabat sebagai PIt Ketua Umum Partai Golkar periode November sampai dengan Desember 2017 dan Menteri Sosial, Idrus diduga mengetahui dan memiliki andiI terkait dengan penerimaan uang oleh Eni dari Johannes. Diketahui, sekitar November Desember 2017 dIduga Eni menerima Rp 4 Miliar. Lalu, sekitar bulan Maret dan Juni 2018 diduga Eni jiga menerima sekitar Rp2,25 Miliar.
Idrus juga diduga berperan mendorong agar proses penandatanganan Purchase Power Agreement (PPM/jual beli dalam proyek pembangunan PLTU mulut tambang Riau 1. Selain itu, Idrus juga diduga telah menerima janji untuk mendapatkan bagian yang sama besar dari jatah Eni sebesar 1,5 juta dollar AS yang dijanjikan Johannes apabila PPA Proyek PLTU Riau 1 berhasil dllaksanakan oleh Johannes dan kawan-kawan.
Dalam penyidikan perkara awal yang sudah dilakukan sejak 14 Juli 2018 hingga hari ini sekurangnya penyidik telah memeriksa 28 orang saksi. Atas perbuatannya, Idrus disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP atau Pasal 56 ke-2 KUHPJuncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Bantahan Golkar
Sekretaris Jenderal Partai Golkar Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan Partai Golkar siap diaudit. Menurut Lodewijk, Golkar siap membuktikan tidak ada aliran dana sebesar Rp2 miliar ke kegiatan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Golkar 2017 yang diduga berasal dari kesepakatan kontrak kerja sama proyek pembangunan PLTU Riau-1.
"Pastilah (siap) kalau itu (diaudit), orang mengecek apakah ada atau tidaknya," ujar Lodewijk saat ditemui di Media Center Koalisi Indonesia Kerja (KIK) di Menteng, Jakarta, Selasa (28/8).
Lodewijk menegaskan sumber anggaran munaslub berdasarkan AD/ART berasal dari iuran para anggota. Namun audit dilakukan juga bisa mengecek apakah ada oknum yang bermain anggaran. "Manakala ada oknum yang bermain itu kita mau ngecek apakah ada oknum itu," ujar Lodewjik.
Lodewijk menyebut dibawa-bawanya Munaslub Golkar 2017 dalam kasus yang ditangani KPK lantaran Eni Maulani Saragih yang menjadi salah satu tersangka KPK dalam kasus korupsi proyek pembangunan PLTU Riau-1 adalah bendahara dari Munaslub Golkar.
Namun ia menegaskan, tidak ada kaitan pihak yang diduga terlibat kasus tersebut dengan Munaslub Golkar. "Memang orang mengaitkan dengan Munaslub, kebetulan Munaslub itu Bu Eni bendaharanya dari penyelenggara itu sendiri, korelasinya kesana, kalau ada pertemuan itu ngga pernah dengar saya," kata Lodewijk
Partai Golkar kata Lodewijk, menyerahkan kepada KPK untuk mendalami kasus tersebut. "KPK kan sedang bekerja, kalau temuan-temuan mereka pasti diberikan kepada kita ya tentunya akan diberikan kepada kita-kita tidak melihat arah ke sana," ujarnya.