Senin 27 Aug 2018 12:21 WIB

Indonesia, Turki dan Lombok

Mereka yang abai mengurus Lombok, akan dirasakan abai mengurus umat.

Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) di lokasi pengungsian korban gempa Lombok
Foto: Republika TV/Fuji Eka Pratama
Tim Aksi Cepat Tanggap (ACT) di lokasi pengungsian korban gempa Lombok

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ahyudin*

Penggulingan kekuasaan bagi sebuah negara adalah sesuatu yang serius. Pihak yang terlibat, sudah pasti diusut. Sehebat apa pun usaha pemerintah sebuah negara membebaskan seorang tertuduh kudeta, pemerintah yang mengalami kudeta tetap meneruskan proses peradilan yang diperlukan.  

Dunia melihat betapa Presiden Turki Erdogan, kukuh menolak intervensi pihak manapun atas peradilan Turki. Tidak juga terhadap Amerika, sehingga Amerika berang dan "adu kuat" mata uang. Digempur sisi keuangannya, nasionalisme Turki alih-alih melemah, justru menyatukan faksi-faksi dalam masyarakat Turki. Nasionalisme Turki satu barisan membela bangsa. Rakyat Turki bersatu menghadapi musuh yang nyata: negara asing yang konsisten mendambakan subordinasi Turki.

Pemboikotan ekonomi Amerika dan sejumlah sekutunya, buyar, malah semangat solidaritas negeri-negeri yang bersimpati terhadap Turki berupa "Gerakan Beli Lira (mata uang Turki)" dan investasi segar ke Turki seperti ditunjukkan Qatar, didukung rakyat Turki, berbalik "menggigit" ekonomi Amerika. Nasionalisme rasional, menjadikan Turki pada niat serius menghadapi kekuatan yang mengusiknya.

photo
Mata uang Turki, lira (ilustrasi)

Turki begitu cepat membalik krisis menjadi kebangkitan. Dunia paham langkah konkret Turki membuka diri menampung pengungsi dunia memberi naungan dan makan untuk pengungsi.

Fenomena Turki meski dalam kasus berbeda, dari sisi nasionalisme bisa diambil ibroh nya, untuk menghadapi krisis kemanusiaan di Lombok (dan Sumbawa). Tantangannya, nasionalisme Indonesia ditantang dua pilihan: habis-habisan di kontestasi politik ataukah habis-habisan menolong korban bencana Lombok.

Padahal tak harus jadi dua hal yang dilematis. Korban gempa Lombok diurus sama seriusnya dengan pemenangan politik. Sukses mengurus pemulihan Lombok, sukses memenangkan hati rakyat. Hati umat. Mereka yang abai mengurus Lombok, akan dirasakan abai mengurus umat. Indikator yang dipersepsi bukan hanya rakyat Lombok juga umumnya umat yang bersimpati terhadap Lombok, menahan status bencana Lombok (bahkan setelah Sumbawa diguncang gempa dan membekaskan kerusakan yang parah).

Berpolitik humanis, tak abai menolong korban gempa Lombok. Jangan biarkan rakyat Lombok berjuang sendiri. Jangan biarkan pengungsian korban gempa terlalu lama di tenda-tenda darurat. Hari ini mulai berikhtiar mandiri, usaha masyarakat membuat shelter, rumah sementara.

photo
Tim medis relawan ACT obati Ina Dasiah (70 tahun) yang tertimpa lemari akibat gempa bumi di Desa Bentek, Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, NTB, Rabu (8/8).

Cobalah berjalan di jalanan antar kabupaten di Lombok, saat malam hari sunyi. Rumah-rumah sedikit sekali yang tegak. Selama beberapa hari ini sudah mulai pembersihan puing. Terutama yang di tepi jalan. Kapan pendirian shelter? Kami sudah menyapa beberapa pimpinan lembaga, fase penyediaan shelter perlu jadi gerakan sosial. Fokus semua elemen saat ini: selamatkan kehidupan; dan bangun kehidupan. Beradu banyak simbol organisasi, itu biasa saat semua ingin terlihat. Tapi saat yang diperlukan shelter, tak elok tak kunjung signifikan orang sebanyak ini, lembaga hebat-hebat tingkat pusat, nama-nama besar berkibar tapi tak juga memperlihatkan yang sangat diperlukan rakyat: shelter.

Hari ini, akhir Agustus 2018, setelah menyerap energi kepedulian, sejumlah Posko Kemanusiaan sudah tersebar di banyak tempat, juga dapur-dapur umum. Sebaran itu, perlu disempurnakan dengan pendirian shelter yang lebih manusiawi ketimbang sekadar tenda terpal. Kian padu lembaga kemanusian, kian cepat menyiapkan lebih banyak shelter. Usai sudah era tebar identitas. Sambung bakti kemanusiaan ini dengan karya urgen bagi Lombok.

Belajar dari Turki, sama-sama krisis. Nasionalisme Turki, menghalau krisis yang diciptakan asing. Indonesia, harus bisa menjadikan krisis Lombok momentum mengekspresikan nasionalisme untuk menghalau duka korban gempa. Bersatu, bangkit unjuk amal untuk menyemai senyum di antara para pengungsi korban gempa.

Pemulihan Lombok, jelas hanya bisa jalan dengan kesungguhan. Tak soal disebut apa status gempa Lombok, tapi percepat menanggulangi nestapa rakyat Lombok yang dipapar bencana. Jangan batasi hirau Anda sempai sukses memenangi Pemilu saja. Segerakan urus rakyat susah, menunggu 2019 keburu rakyat Lombok berikhtiar sendiri semampunya; rasa percaya mereka keburu menguap.

*) Presiden ACT Foundation

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement