REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati menyatakan moratorium konversi hutan dan lahan tidak akan berdampak pada aspek ekonomi. Menurut dia, pemerintah cukup menggunakan lahan dan hutan yang ada sekarang ini.
"Sekarang yang eksisting itu sudah banyak. Dengan kebun yang ada saat ini sudah cukup sebenarnya, ngapain kita menambah lagi. Luas perkebunan dari yang sudah ada sekarang menurut Kementerian Pertanian itu 11 juta sampai 12 juta hektare, tapi yang baru ditanam itu sekitar 7 hektare," kata dia di Jakarta, Ahad (26/8).
Apalagi, lahan yang sudah ditanami itu tergolong telah menguasai pasar dalam negeri. "Kalau kita melihat di tengah makin banyaknya suplai dari negara-negara lain, kami justru khawatir menjadi overproduksi dari sawit," tutur Nur.
Baca juga, 'Presiden Harus Segera Moratorium Konversi Lahan dan Hutan'
Karena itu pula, lanjut Nur, sudah saatnya pemerintah mulai memikirkan model-model pemanfaatan lahan dan hutan secara lestari untuk jangka panjang. Pemerintah diminta untuk tidak menggantungkan produksi pada sawit.
"Jika menggantungkan pada sawit, artinya kita ini rentan secara ekonomi karena hanya menggantungkan pada satu jenis komoditi," tuturnya.
Baca juga, Presiden Diminta Cabut Kasasi Putusan Kasus Karhutla Kalteng
Nur menambahkan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga harus segera menginstruksikan kepada menteri-menterinya untuk melakukan moratorium konversi lahan dan hutan. Ini untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi setiap tahun.
Menurut Nur, pemerintah tidak cukup dengan hanya melakukan moratorium pada pemberian izin baru untuk industri di hutan dan lahan. Konversi, yakni perubahan hutan ke perkebunan monokultur atau pertambangan juga harus dimoratorium.
"Semua bentuk pembersihan lahan, pembukaan hutan, semua bentuk perubahan hutan ke perkebunan monokultur atau pertambangan itu harus dihentikan," kata dia.