REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Nur Hidayati menyatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera menginstruksikan kepada menteri-menterinya untuk melakukan moratorium konversi lahan dan hutan. Ini untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi tiap tahun.
"Penting bagi Presiden agar segera melakukan moratorium konversi, jadi bukan hanya moratorium pemberian izin baru, karena ini tidak cukup. Semua bentuk pembersihan lahan, pembukaan hutan, semua bentuk perubahan hutan ke perkebunan monokultur atau pertambangan itu harus dihentikan," kata dia di Jakarta, Ahad (26/8).
Nur melanjutkan, sekarang ini kondisi daya dukung dan daya tampung lingkungan sudah tidak bisa lagi menampung praktik-praktik ekspansi perkebunan skala besar dan juga industri kebun-kebun kayu monokultur. Apalagi, lanjut dia, tidak ada yang bisa membuktikan bahwa negara ini bisa berlanjut dengan model ekonomi seperti itu.
Menurut Nur, karhutla ini selalu terjadi tiap tahun tanpa ada solusi hingga ke akar permasalahannya. Tanpa moratorium tersebut, usaha-usaha pemerintah dalam melakukan pemadaman karhutla itu akan percuma.
"Karena tangan pemerintah yang lain justru mendorong supaya industri itu terus berkembang dan berpraktik buruk," tuturnya.
Akibatnya, dalam kondisi demikian, karhutla akan tetap terus terjadi. Nur menambahkan, perlu ada sinkronisasi dalam kebijakan pemerintah. "Ini harus dilakukan di level Presiden, enggak bisa di level menteri," ungkap dia.
Presiden Jokowi termasuk pihak yang berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Palangkaraya telah melakukan perbuatan melawan hukum. Hal ini terkait kasus kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Tengah. Jokowi mengaku menghormati putusan tersebut.
Kasus ini berawal dari kelompok masyarakat yang menggugat negara dengan gugatan citizen lawsuit. Kelompok masyarakat itu terdiri dari Arie Rompas, Kartika Sari, Fatkhurrohman, Afandi, Herlina, Nordin, dan Mariaty.
Mereka menggungat Presiden Jokowi, Menteri LHK Siti Nurbaya, Mentan Amran Sulaiman, Menteri ATR/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menkes Nila Moeloek, Gubernur Kalimantan Tengah Sugianto Sabran, dan DPRD Kalimantan Tengah.