Jumat 24 Aug 2018 12:34 WIB

Kabupaten Bandung Belum Bebas Difteri

Awal bulan ini, dua orang anak diketahui mengidap difteri.

Rep: Muhammad Fauzi Ridwan/ Red: Friska Yolanda
Kegiatan imunisasi difteri.
Foto: Dokumen
Kegiatan imunisasi difteri.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung mengungkapkan masyarakat di 31 kecamatan dan 270 desa masih belum bebas dari penyakit difteri. Sejak tahun kemarin, penyakit tersebut masih saja terjadi dan menyerang anak di bawah umur.

Hal tersebut disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung, Grace Mediana. Namun, Grace menyatakan Kabupaten Bandung tidak menjadi wilayah endemik difteri.

"Meski bukan daerah rawan tapi tetap harus waspada. Puskesmas harus siap siaga," ujarnya kepada wartawan, Jumat (24/8).

Pemerintah daerah sudah memberikan vaksin difteri untuk anak-anak. Namun, penyakit tersebut masih saja menyerang.

"Tahun lalu ada dua orang yang terkena difteri. Bebas difteri belum karena mobilitas orang dan kondisi cuaca serta daya tahan tubuh," ujarnya. 

Grace mengimbau masyarakat mewaspadai penyakit ini. Jika ada gejala demam, sesak nafas dan sakit tenggorokan, masyarakat diimbau segera berobat ke rumah sakit.

Sebelumnya, dua orang santri perempuan berusia 16 tahun di salah satu pondok pesantren yang berada di Ibun, Kabupaten Bandung, positif difteri pada awal Agustus kemarin. Saat ini, kedua anak tersebut tengah mendapatkan perawatan intensif di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.

"Dua orang santri perempuan asal Cikancung dan Majalaya positif terkena penyakit difteri," ujarnya.

Informasi ini pertama kali diterima dari pesantren setempat. Oleh orangtuanya, anak yang sakit itu dibawa pulang ke rumah dan berobat ke dokter. Kemudian, anak ini dirujuk ke rumah sakit daerah Majalaya.

Saat diperiksa di RSUD Majalaya, pasien mengeluhkan sesak, sakit menelan disertai panas. Dugaan sementara, pasien terkena penyakit difteri. Saat dirujuk ke RSHS, kedianya dinyatakan positif difteri.

Dinas Kesehatan langsung melakukan isolasi terhadap teman-temannya yang berada di lingkungan pesantren termasuk keluarganya. Isolasi yang dilakukan dengan memberikan obat untuk pencegahan dan tidak boleh keluar dari lingkungan pesantren agar tidak menyebar.

Anak kedua diketahui mengalami sakit serupa tidak lama setelah temannya dirawat ke rumah sakit. "Penyebabnya bakteri, penularannya melalui komunikasi, kontak ngobrol," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement