Jumat 24 Aug 2018 05:06 WIB

Lewat Romahurmuziy, KPK Dalami Dugaan Aliran Dana ke PPP

Penyidik KPK menemukan Rp 1,4 miliar saat menggeledah rumah Bendahara Umum PPP.

Rep: Dian Fath Risalah, Antara/ Red: Andri Saubani
Ketua Umum PPP Romahurmuziy membawakan sebuah lagu saat melakukan kunjungan kerja di acara Reuni perak alumni ITB angkatan 93 di Kampus ITB, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/7).
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Ketua Umum PPP Romahurmuziy membawakan sebuah lagu saat melakukan kunjungan kerja di acara Reuni perak alumni ITB angkatan 93 di Kampus ITB, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (28/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy pada Kamis (23/8) memenuhi panggilan KPK. Ia dimintai keterangan penyidik terkait dugaan aliran dana ke PPP dalam penyidikan kasus dugaan suap terkait usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBN Perubahan tahun anggaran 2018.

"Ditanya soal penyitaan uang di salah satu rumah fungsionaris PPP dan saya memang tidak tahu karena yang bersangkutan kan menjalankan bisnis-bisnis yang di luar urusan partai," kata Romahurmuziy alias Romi, Kamis.

Romi kemarin diperiksa untuk dua tersangka, anggota Komisi XI DPR dari fraksi Partai Demokrat Amin Santono dan Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Dalam kasus ini, KPK sudah menyita uang Rp 1,4 miliar dari kediaman Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono.

"Saya ditanya 16 butir pertanyaan, sekitar 10 pertanyaan berkaitan dengan tugas pokok dan fungsi kepengurusan di partai PPP. Tentu ini ditanya karena ada fungsionaris PPP yang sebelumnya juga sudah diperiksa sehingga saya ditanya tentang tugas pokok dan fungsi yang bersangkutan," ungkap Romi.

Fungsionaris PPP yang dimaksud Romi adalah Puji Suhartono. Romi mengaku ditanya penyidik terkait aktivitas keseharian Puji di PPP.

"Kemudian apakah memang ada hal-hal di luar perintah keorganisasian partai yang pernah disampaikan atau memang menjadi inisiatif pribadi yang bersangkutan," tambah Romi.

Namun, Romi mengaku tidak tahu sama sekali mengenai asal uang maupun rencana penggunaan uang tersebut. "Sama sekali saya tidak tahu (soal uang) dan lebih ditanya bagaiamana proses muktamar islah, bagaimana sampai salah satu fungsionaris yang diperiksa itu menjadi fungsionaris di DPP, lebih kepada itu," ungkap Romi.

Kabiro Humas KPK Febri Diansyah sebelumnya menerangkan, pemanggilan terhadap Romi terkait kapasitas jabatannya sebagai ketua umum partai. Sehingga menurutnya perlu dilakukan konfirmasi kepada Rommy apakah juga turut mengetahui aktivitas kader partai yang tersandung kasus Dana Perimbangan Daerah tersebut.

"Yang perlu kami dalami, sejauh mana pengetahuan saksi (Romi) terkait dengan orang-orang yang berada di kepengurusan PPP ataupun pihak lain yang terkait dengan perkara ini," ujar Febri saat di konfirmasi pada senin (20/8).

Apalagi, penyidik KPK menemukan uang sebanyak Rp 1,4 miliar saat melakukan penggeledahan di rumah Bendahara Umum PPP, Puji Suhartono. Penggeledahan ini merupakan pengembangan kasus yang dilakukan KPK terkait kasus suap usulan dana perimbangan keuangan daerah pada RAPBNP Perubahan Tahun Anggaran 2018.

Baca juga:

11 kepala daerah diperiksa KPK

Dalam perkara ini, setidaknya ada 11 kepala daerah dan pejabat di daerah yang telah dipanggil sebagai saksi oleh KPK. Mereka adalah, Wali Kota Dumai Zulkifli, Bupati Halmahera Timur Rudy Erawan, Bupati Seram Bagian Timur Abdul Mukti Keliobas, Wali Kota Tasikmalaya Budi Budiman, Bupati Tabanan Ni Putu Eka Wiryastuti, Bupati Labuhan Batu Utara Khaerudinsyah Sitorus serta Bupati Lampung Tengah Mustofa.

KPK juga memeriksa pejabat dan PNS dari sejumah daerah yaitu Kabupaten Kampar, Kota Balikpapan, Kabupaten Pegunungan Arfak, dan Kabupaten Way Kanan. Selain itu ada sejumlah anggota legislatif pusat dan daerah dan pengurus partai yang juga dipanggil sebagai saksi, yaitu anggota DPRD Kabupaten Majalengka Deden Hardian Narayanto, Wakil Bendahara Umum PPP Puji Suhartono, Anggota DPR RI Sukiman, dan Irgan Chairul Mahfiz.

KPK sudah menetapkan empat orang tersangka dalam perkara ini yaitu anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Partai Demokrat Amin Santono, pihak swasta sekaligus perantara Eka Kamaluddin, Kasie Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Pemukiman pada Direktorat Jenderal Keuangan Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Adapun, tersangka pemberi suap yaitu Ahmad Ghiast.

Amin diduga menerima Rp 400 juta sedangkangkan Eka menerima Rp 100 juta yang merupakan bagian dari commitment fee sebesar Rp 1,7 miliar atau tujuh persen dari nilai dua proyek di Kabupaten Sumedang senilai total Rp 25 miliar.

Sedangkan, uang suap untuk Yaya belum terealisasi, meski Yaya sudah menerima proposal dua proyek tersebut. Yaitu, proyek di Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertanahan di kabupaten Sumedang senilai Rp 4 miliar dan proyek di Dinas PUPR Kabupaten Sumedang senilai Rp 21,85 miliar.

Sebelumnya, dalam operasi tangkap tangan (OTT) terkait kasus ini, KPK total mengamankan sejumlah aset yang diduga terkait tindak pidana. Yaitu, logam mulia seberat 1,9 kilogram, uang Rp 1,844 miliar termasuk Rp 400 juta yang diamankan di lokasi OTT di restoran di kawasan Halim Perdanakusumah, serta uang dalam mata uang asing 63 ribu dolar Singapura dan 12.500 dolar AS.

Uang selain Rp 500 juta untuk Amin dan Eka serta emas tersebut diperoleh dari apartemen Yaya di Bekasi. Dalam kasus ini, pemberi suap Ghiast sudah dituntut tiga tahun penjara dan saat ini sedang menunggu vonis hakim.

 

Seberapa tertarik Kamu untuk membeli mobil listrik?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement