Kamis 23 Aug 2018 19:43 WIB

Stok Beras Banyumas Melimpah, Petani Bingung Jual Gabah

Stok beras di Bulog Banyumas cukup untuk memenuhi kebutuhan enam bulan.

Rep: Eko Widiyatno/ Red: Nur Aini
Sejumlah pekerja mengeringkan gabah di pelataran penggilingan padi/ilustrasi
Foto: Antara
Sejumlah pekerja mengeringkan gabah di pelataran penggilingan padi/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO -- Stok beras di Bulog Sub Divre Banyumas dinilai melimpah. Hal itu juga ditambah melimpahnya beras di pasaran sehingga petani kesulitan menjual gabahnya.

Kepala Bulog Banyumas, Sony Supriyadi menyebutkan, stok beras Bulog Banyumas masih cukup untuk memenuhi kebutuhan hingga setengah tahun ke depan.

''Itu dengan asumsi kebutuhan rastra (beras sejahtera) diberikan hingga setengah tahun ke depan. Bila semua kabupaten sudah mengganti program rastra dengan BPNT (Bantuan Pangan Nontunai), ya stok yang kita miliki bisa untuk memenuhi kebutuhan lebih dari setengah tahun,'' ujarnya, Kamis (23/8).

Saat ini, kata Sony, dari empat kabupatan yang selama ini mendapat penyaluran rastra dari Bulog Banyumas, baru Kabupaten Cilacap yang sudah menerapkan bantuan pangan nontunai atau BPNT. Sedangkan tiga kabupaten lainnya, Kabupaten Banyumas, Purbalingga dan Banjarnegara, direncanakan baru akan menerapkan program BNPT pada Oktober 2019.

Berdasarkan kondisi tersebut, Sony memperkirakan penyerapan beras Bulog oleh masyarakat juga akan semakin lambat. Hal itu karena dalam program BNPT, masyarakat mendapat voucher untuk membeli berbagai kebutuhan pangan, tidak hanya untuk membeli beras.

Dalam penyerapan beras beras hasil panen petani, Sony menyebutkan, sepanjang 2018, Bulog Banyumas sudah melakukan penyerapan sebanyak 19 ribu ton. Angka itu sudah mencapai 48 persen dari target penyerapan beras Bulog Banyumas yang ditetapkan sebesar 48 ribu ton.  

Dia mengakui, sejak beberapa waktu terakhir, pembelian beras yang dilakukan pihaknya memang sudah semakin berkurang. Hal itu mengingat harga beras di pasaran sudah di atas harga pembelian Bulog.

''Harga beras di petani saat ini sudah mencapai Rp 8.200 per kg. Sementara batas pembelian Bulog hanya Rp 8.000 per kg. Jadi kami mengurangi pembelian bukan karena memang tidak mau membeli, tapi karena harga di pasaran memang sudah di atas harga pembelian kita,'' ujarnya.

Sementara dari pemantauan di pasaran, saat ini banyak pedagang yang menolak pembelian gabah dari petani. Tarsun (70 tahun), seorang petani di Desa Pegalongan Kecamatan Patikraja Kabupaten Banyumas, mengaku bingung gabahnya hendak diapakan. ''Pedagang tidak mau beli, katanya tidak ada yang mau beli beras pedagang,'' ujarnya.

Dia mengaku sudah mendatangi lebih dari lima pedagang, menawarkan gabah kering giling (GKG) yang disimpan sejak panen awal Juli lalu. Namun semuanya menolak membeli gabah dengan alasan para pedagang sendiri kebingungan hendak menjual berasnya kemana.

''Semua pedagang menyatakan stok gabah yang dibeli dari panen kemarin masih banyak. Mereka juga kebingungan mau menjual gabahnya, karena pembelian oleh pedagang pasar tidak banyak,'' ujarnya.

Meski demikian, para pedagang juga menyatakan harga pasar untuk gabah kering giling (GKG) saat ini di kisaran Rp 4.800 per kg. Dengan demikian sudah mengalami penurunan dari harga pada saat awal panen Juni lalu, yang masih mencapai Rp 5.200 per kg.

''Saya tidak tahu apa benar harga gabah masih Rp 4.800. Wong saya tawarkan untuk beli gabah saya, ternyata tidak mau. Padahal kualitas gabah yang saya jual masih bagus, karena baru saya panen dua bulan lalu,'' katanya.

Baca: Penyerapan Beras Bulog Subang Turun Hingga 50 Persen

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement