Rabu 22 Aug 2018 18:29 WIB

Kota Malang Bakal Moratorium Izin Minuman Beralkohol

Rektor UIN Malii mendukung upaya Pemkot moratorium minol

Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Petugas kepolisian menunjukan barang bukti minuman beralkohol (CIU) didalam gerigen saat rilis pengungkapan industri rumahan ciu tanpa izin edar dari BPOM RI di kawasan Pekojan, Jakarta, Kamis (3/5).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Petugas kepolisian menunjukan barang bukti minuman beralkohol (CIU) didalam gerigen saat rilis pengungkapan industri rumahan ciu tanpa izin edar dari BPOM RI di kawasan Pekojan, Jakarta, Kamis (3/5).

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Pemerintah Kota (Pemkot) Malang berencana akan melakukan moratorium izin minuman beralkohol (minol). Hal ini diungkapkan Pelaksana Tugas (Plt) Wali Kota Malang, Sutiaji dalam beberapa kesempatan di hadapan masyarakat, terutama alim ulama dan akademisi.

Menurut Sutiaji, minol lebih banyak memiliki dampak negatif daripada manfaatnya. Terlebih secara faktual, kata dia, hingga saat ini masih sering terjadi pelanggaran Perda.  "Maka, saya tegaskan untuk izin minol akan saya moratorium. Dan pada waktu waktu tertentu akan saya gencarkan razia, "ujar Wali Kota Terpilih Kota Malang Periode 2018 hingga 2023 ini.

Sutiaji mengaku, sangat prihatin atas dampak minol yang semakin kuat dari waktu ke waktu. Minol telah mampu menelan banyak korban generasi muda hingga tewas. Salah satunya terbukti adanya pesta miras di Gresik yang membawa korban nyawa.

Hal yang dilontarkan Wali Kota Sutiaji langsung didukung sepenuhnya para alim ulama dan Pimpinan Perguruan Tinggi. Salah satunya dinyatakan Isroqun Najah selaku Wakil Rektor UIN Maliki, Kota Malang. "Peredaran minol sudah tidak terkontrol, ini membahayakan. Karenanya, moratorium yang ditegaskan Walikota Malang sangat didukung," terang Isroqun melalui keterangan resmi yang diterima Republika.co.id, Rabu (22/8).

Sebagai informasi, total korban tewas  di Indonesia akibat miras oplosan selama 10 tahun mencapai 837 orang. Sekitar 300 orang tewas selama  2008 dan 2013. Kemudian melonjak tajam sepanjang 2014 hingga 2018 dengan jumlah korban mencapai lebih dari 500 orang.

Sebelumnya di Gresik satu orang meninggal dan 33 lainnya dirawat di rumah sakit akibat menenggak minuman keras. Wakil Direktur Pelayanan Medik RSID Dr Soetomo,  Hendrian mengatakan 32 pasien merupakan pemuda asal Menganti, Gresik, satu pasien asal Asemrowo Surabaya. Dari total 33 pasien ada satu pemuda asal Gresik meninggal pada Ahad (19/8) dini hari.

"Korban meninggal akibat miras karena dia menenggaknya dengan porsi yang lebih banyak dari lainnya atau keracunan berat disebut asidosis metabolik. Organnya keseluruhan mengalami kerusakan," ujarnya, Senin (20/8).

Hendrian mengatakan, ada 29 pasien yang masih dirawat dan semuanya dalam keadaan stabil. Nantinya akan dilakukan observasi, jika semakin membaik, maka akan dipulangkan.

Hingga saat ini masih ada satu pasien yang menjalani perawatan di ICU. Pasien tersebut telah menjalani cuci darah untuk menghilangkan racun dalam tubuh.

"Selain itu ada dua pasien di luar ICU yang mendapatkan pengamatan intensif. Ada juga satu pasien keracunan di mata mengalami penurunan penglihatan," katanya.

Hendrian menjelaskan mereka mengalami keracunan karena meminum miras vodka, minuman bersoda dan methanol jenis spirtus. Dia menduga korban meminum spirtus karena tidak mampu membeli miras jenis ethanol.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement