REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Adjie Alfaraby menilai, turunnya dukungan kaum terpelajar pada bakal calon presiden (capres) pejawat Joko Widodo (Jokowi) bukan semata karena kehadiran Ma'ruf Amin. Menurut dia, kalangan terpelajar yang berpendidikan minimal sarjana tidak puas dengan capaian pemerintahan Jokowi selama ini.
"Kalau dilihat alasannya, salah satunya adalah persepsi terhadap kinerja. Tingkat kepuasan kepada Jokowi memang di segmen ini agak kurang dibanding segmen lain," kata dia ketika dikonfirmasi Republika.co.id, Rabu (22/8).
Karena itu, ia menambahkan, ketika kalangan terpelajar tidak terpuaskan, mereka akan cenderung memilih alternatif lainnya. Dalam konteks Pemilihan Umum Presiden (Pilpres) 2019, alternatif itu direpresentasikan oleh pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Adjie mengatakan, kalangan terpelajar memiliki alasan rasional untuk menentukan pilihan. Sebab, mereka memiliki akses luas terhadap informasi.
"Kan pemilihnya rasional, sementara ini mereka lari dari Jokowi. Akan tetapi, nanti misalnya, Prabowo tak bisa meyakinkan dengan program dan isu yang lebih baik, mereka bisa balik lagi," ujar dia.
Dengan demikian, kedua pasangan bakal capres-cawapres harus bisa meyakinkan kalangan terpelajar dengan isu dan program yang rasional. Menurut dia, masih ada kemungkinan kalangan terpelajar mengubah dukungannya karena pelaksanaan pemilihan yang masih lama.
Peneliti LSI Rully Akbar menambahkan, berkurangnya dukungan kaum terpelajar kepada Jokowi juga merupakan dampak dari pemilihan Ma'ruf Amin sebagai bakal cawapres. Menurut dia, Ma'ruf membuat antipati beberapa pendukung Jokowi.
Namun, dia mengatakan, keputusan itu memang harus diambil. Selama ini, Jokowi selalu terasosiasi dengan kasus Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang dianggap sebagai penista agama Islam. "Bisa dibilang kaum Muslim kalau tidak digarap, akan menjadi musuh besar Jokowi," kata dia.
Meski ada yang kecewa dengan Ma'ruf, kehadiran ulama senior itu juga membawa pengaruh positif di kalangan pemilih Muslim. Survei terbaru LSI menunjukkan, kehadiran Ma'ruf meningkatkan elektabilitas Jokowi di kalangan pemilih Muslim, dari 51,7 persen menjadi 52,3 persen.
Meski kecil, kenaikan itu cukup signifikan mengingat populasi pemilih Muslim mencapai 89,9 persen dari kesluruhan pemilih. "Ada yang terbuang dan terambil juga," kata dia.
Menurut Rully, Jokowi-Ma'ruf masih memiliki peluang untuk kembali mendapatkan dukungan kaum terpelajar dengan populasi 9,9 persen itu. Pasalnya, Jokowi memiliki pola yang cukup baik dalam membuat "sensasi", seperti saat pembukaan Asian Games.
"Dia berhasil merebut hati publik, khususnya kaum terpelajar maupun muda. Di sisi lain, dia punya andalan infrastruktur. Itu akan dikedepankan," ujar dia.
Di kubu Prabowo, ia menduga, masih akan memakai isu, seperti kebocoran ekonomi, kemiskinan, atau pengangguran. Menurut dia, isu itu masih terlalu luas dan belum mengerucut menjadi solusi dengan program teknis.
LSI melakukan survei terhadap 1.200 responden yang dipilih lewat teknik pengambilan sampel acak bertingkat pada 12-19 Agustus. Survei dengan margin error 2,9 persen menunjukkan pasangan Jokowi-Ma'ruf hanya mendapat elektabilitas 40,4 persen di kalangan terpelajar, menurun 10,1 persen dari sebelum berpasangan dengan Ma'ruf.
Sementara, Prabowo-Sandiaga meraih elektabilitas 44,5 persen. Angka itu meningkat dari sebelumnya 37,4 persen ketika Prabowo belum menentukan bakal cawapresnya.