Rabu 22 Aug 2018 13:45 WIB

Sultan: Gempa Yogyakarta 2006 tak Berstatus Bencana Nasional

Sultan mengkritisi rencana pemberian uang bantuan dari pemerintah pusat.

Rep: Neni Ridarineni/ Red: Muhammad Hafil
Sejumlah warga membungkus daging sapi yang telah dikurbankan di Posko Pengungsian Desa Kekait, Gunungsari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu (22/8).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Sejumlah warga membungkus daging sapi yang telah dikurbankan di Posko Pengungsian Desa Kekait, Gunungsari, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, Rabu (22/8).

REPUBLIKA.CO.ID,  YOGYAKARTA -- Gubernur DI Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, gempa Yogyakarta 2006 bukan berstatus bencana nasional. Hal tersebut dia sampaikan untuk mengingatkan Pemerintah Provinsi NTB tentang penanganan dan penanggulangan pascagempa. 

"Dulu di DIY tidak dinyatakan bencana nasional," kata Sri Sultan Hamengku Buwono X pada wartawan usai acara silaturahim dengan ulama dan umaro di Gedung PDHI Alun-alun Utara, Rabu (22/8).

Dikatakan Sultan, sampai sekarang  tidak ada keputusan pemeritah daerah di NTB yang menyatakan darurat bencana. "Ya uangnya tidak keluar. Yang penting dinyatakan darurat dulu agar rakyat bisa dikasih makan, bisa dikasih untuk perbaikan rumah dan mrmbangun rumah,"kata Sultan yang baru pulang dari Lombok untuk sharing dan diaog pembelajaran tentang gempa yang pernah terjadi di Yogyakarta.

Sultan mengharapkan agar masyarakat dan pemerintah NTB memobilisasi warga setermpat yang memang tidak mempunyai pengalaman penanganan bencana untuk terlibat  di dapur umum. "Jangan tergantung pada kami yang di daerah. Karena itu,  teman-teman Tagana dari DIY yang membantu di dapur umum. Kami minta  harus mengkonsolidasikan  potensi mereka," kata Sultan.

Untuk diketahui, dari sekian banyak bencana alam yang terjadi di Indonesia, mulai dari gempa bumi, longsor, banjir, kebakaran hutan dan lahan, tsunami, hingga gunung meletus, baru bencana gempa dan tsunami Aceh-Nias pada 2004 yang ditetapkan statusnya sebagai bencana nasional.korban jiwa dan hilang akibat gempa dan tsunami Aceh-Nias itu menelan 220 jiwa. Untuk kerugian materil, diperkirakan mencapai Rp 50 triliun.

Sementara, untuk gempa Yogyakarta, menelan korban hingga lebih 5.000 jiwa. Sedangkan untuk kerugian materil, mencapai angka Rp 29 triliun.

Sultan juga mengkritisi soal keinginan pemerintah pusat segera memberikan bantuan sebesar Rp 50 juta untuk warga yang rumahnya rusak. "Maunya pemerintah pusat itu cepat tetapi  tidak semudah itu. Karena untuk membantu membangun rumah kembali kan  perlu memverifikasi rumahnya siapa yang hancur, rusak sedang dan yang rusaknya tidak seberapa,"ujarnya.

Jadi, kata Sultan, tidak sekedar memberikan uang Rp 50 juta. "Kepada siapa uang itu diserahkan kalau belum diverifikasi," kata Sultan.

Sebelumnya, Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan status gempa di Lombok dan sekitarnya tidak akan dinaikkan menjadi bencana nasional. Akan tetapi, penanganannya akan diintensifkan.

"Supaya tidak salah persepsi, kalau kita menyatakan bencana nasional berarti bencana itu adalah seluruh nasional RI dan menjadikan travel warning negara negara bukan hanya ke Lombok tapi bisa ke Bali dampaknya luar biasa yang biasanya tidak diketahui oleh publik. Maka penanganannya seperti bencana nasional," kata Sekretaris Kabinet Pramono Anung di lingkungan istana kepresidenan Jakarta, Senin (20/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement