REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Achmad Syalaby Ichsan Wartawan Republika.co.id
Rutinah (70 tahun) tampak sumringah. Kakinya yang sempat ‘pingsan’ sudah kembali siuman. Dengan bangga, nenek asal Balai Jaya, Pemenang Barat, Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB) itu menggerak-gerakkan dengkulnya membentuk siku.
“Tadinya tidak bisa digerakkan karena bonggolnya lepas,”ujar Ketua Majelis Permusyawaratan BSMI, Dr Basuki Supartono Spot, Mars saat melakukan kunjungan pasien di Rumah Sakit Lapangan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI), Ahad (19/8). Dokter spesialis tulang itu mengoperasi Rutinah pada Jumat (17/8).
Ketika itu, banyak yang mengira kaki Rutinah patah. Dia mengalami cedera akibat tertimpa reruntuhan tembok karena gempa 7,0 SR yang mengguncang Lombok pada Ahad (5/8). Jono, anak Rutinah, mengungkapkan, ibunya tak bisa berdiri karena tertimpa beban. Dia harus dibopong warga untuk dibawa ke tempat yang aman.
Rutinah pun dibawa ke RSL BSMI untuk dioperasi. Usai diteliti Dr Basuki, nenek itu ternyata mengalami lepas bonggol. Dr Basuki pun mengoperasi tulang bonggolnya untuk dikembalikan ke posisi semula. Pascaoperasi, kaki Rutinah bisa digerakkan seperti sediakala. “Siapa yang menyembuhkan?”tanya Dr Basuki. “Dokter,”jawab Rutinah. “Bukan saya tapi Allah yang menyembuhkan,” jawab Dr Basuki.
Munawaroh (60 tahun) juga mengalami cedera akibat tertimpa reruntuhan. Tembok rumahnya yang hancur menimpa tangan tubuh petani itu. Tangannya tampak masih disandari gips dari siku hingga ke pergelangan. Meski begitu, Munawaroh masih bisa menyunggingkan senyum karena pergelangannya sudah bisa digerakkan. Tangan warga Senjajak, Tanjung, Kabupaten Lombok Utara, NTB itu sebelumnya juga mati rasa. Sendinya tidak bisa digerakkan. Usai dioperasi, lengannya bisa normal seperti sediakala.
Rutinah dan Munawaroh dioperasi di RSL BSMI. Di papan jadwal operasi, Munawaroh disebut menderita Fraktur Galeazzi sedangkan Rutinah mengalami Dislokasi Hip. Penanggung Jawab RSL BSMI Dr Aaronica Tounso mengungkapkan, ada tiga pasien lain yakni Makmum, Meurisah, dan Munisah. “Nanti malam ada lagi pasien yang minta dioperasi,”kata dr Aaron.
Fasilitas operasi
RSL tersebut terdiri dari dua tenda. Ruang khusus operasi menggunakan tenda oranye pinjaman dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Ruang pemeriksaan di tenda putih yang dimiliki BSMI. Meski darurat, ruang operasi tersebut dilengkapi dengan ruang dan fasilitas standar rumah sakit. Ketika masuk ke dalam ruangan, pasien akan ditempatkan di ruang pra operasi. Dr Aron menjelaskan, pasien tersebut akan diperiksa bagaimana keadaan umum tubuhnya, termasuk tekanan darah.
Pasien pun akan mengganti pakaian di ruang ganti dengan baju khusus operasi. Sebelum masuk ruang operasi, dokter, asisten hingga perawat harus menginjak keset yang sudah dibaluri dengan antiseptik. Orang yang memasuki ruang operasi pun harus berjalan mundur dari belakang. Tangannya mesti dilindungi agar jangan sampai memegang pintu masuk berbahan kain. Tujuannya untuk mencegah kuman memasuki ruang operasi tersebut.
Dr Aaron menjelaskan, ruang operasi tersebut dilapisi dengan kain katun putih yang dibeli di Mataram. Kain tersebut untuk menjaga udara yang sudah disejukkan oleh mesin pendingin tetap sejuk. Dengan demikian, pasien pun merasa nyaman.
Layaknya ruang operasi di rumah sakit, ruangan sederhana itu juga dilengkapi beragam fasilitas untuk operasi. UV Trolley, alat berupa dua lampu UV yang digunakan untuk mensterilisasi ruangan tersebut tampak tegak berdiri. Di sampingnya, ada tabung oksigen biru yang menemani. Suction, alat penghisap lendir juga menjadi pelengkap di ruang operasi darurat itu. Tidak lupa, mesin rontgen yang akan mem-scan luka atau cedera akibat gempa.
Dr Aaron mengungkapkan, RSL BSMI pun tidak melupakan hal-hal kecil yang wajib ada dalam ruangan operasi. Contohnya saja sandal, air pencuci tangan dan antiseptik. Menurut dokter yang sehari-hari praktik di RS Al Fauzan, Jakarta ini, semua unsur tersebut harus dilengkapi untuk menjaga ruangan tetap steril.
Direktur RSL BSMI Dr Mangaraja Viktor mengungkapkan, RSL BSMI sudah berdiri sejak hari ketiga gempa. Meski demikian, pembangunannya bertahap. Pada hari pertama, RSL ini hanya dilengkapi dengan poli umum. Seiring berjalannya waktu, RSL tersebut pun dilengkapi dengan poli Instalasi Gawat Darurat (IGD) dan poli spesialis. Pada 16 Agustus baru dibuat ruang operasi. Ruangan ini baru berfungsi sehari setelahnya. Rumah sakit ini juga dilengkapi dengan ruang rawat inap.
Menurut Dr Viktor, RSL BSMI sudah melayani 2000 pasien. Setiap hari, ada seratus-dua ratus pasien yang mengunjungi rumah sakit tersebut. Pada umumnya, pasien berkunjung pada pukul 09.00 WIB. Para pasien mengalami keluhan luka akibat terjatuh reruntuhan, penyakit pernapasan, hingga kasus diare. “Sekarang juga banyak diare,”kata Dr Viktor.