REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Peringatan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke 73 dijadikan sebagai sebuah momentum bagi seluruh masyarakat Indonesia untuk berkumpul dan bersatu memeringatinya. Bahkan, semangat tersebut juga tampak dari penderita lupus atau odapus yang memperingati HUT RI ke 73 ini dengan mengikuti lomba yang diselenggarakan khusus bagi penderita lupus di Hotel Jogja Amazon Green, Sleman, DIY.
Semangat kemerdekaan itu terlihat dari wajah Alda Maruwati (16 tahun) yang berasal dari Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan senyum dan tawa ia mengikuti tiap perlombaan yang digelar. Alda telah menderita lupus sejak 2015 lalu, tepatnya ketika ia masih duduk di kelas 1 SMP. Sehingga, saat ini ia harus rutin kontrol ke rumah sakit dalam tiga bulan sekali.
"Awalnya ada tanda-tanda sariawan, gak sembuh-sembuh terus rambut rontok, terus sama ada bisul. Coba cek ke dokter katanya penyakit kulit biasa. Coba cek ke dokter penyakit dalam, kemungkinan besar lupus," kata Alda, Kamis (16/8).
Akibat lupus yang dideritanya, ia pun sempat istirahat selama dua tahun dari aktivitas sekolahnya. Sehingga, ia pun harus mengikuti ujian paket B untuk dapat masuk ke jenjang SMA. Saat ini, Alda telah duduk di kelas 2 SMA.
Saat mengikuti serangkaian lomba yang digelar, yaitu lomba memasukkan sumpit ke dalam botol, memindahkan kelereng dengan sumpit, dan lomba makan kerupuk, ia terlihat bersemangat. Terlebih lagi ia ditemani dengan teman-teman yang juga menderita lupus. Sehingga dapat saling menyemangati dan berbagi bersama.
Tidak hanya Alda, Qotrunnada Ratri Hamidah (17) yang berasal dari Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), juga tak kalah semangatnya dari Alda. Walaupun ia menderita lupus sejak Mei tahun lalu, dan harus kontrol selama sebulan sekali, semangatnya untuk bangkit ia perlihatkan.
Wanita yang akrab dipanggil Nada tersebut mengaku, dengan mengikuti acara, ia dapat berkumpul bersama teman-temannya. Sebab, tiap kali kontrol ia hanya ditemani orang tua tanpa bertemu dengan teman-temannya. Sebab, jadwal kontrol tiap pasien lupus tidak selalu sama.
"Di sini enak, lebih akrab sama teman-teman lain. Kita kalau kontrol kan waktunya gak ada yang sama. Jadi ketemunya kalau pas ada caara ini aja," kata Nada.
Founder komunitas Sahabat Cempluk, Ian Sofyan mengatakan, kegiatan tersebut dilakukan dengan tujuan menciptakan sebuah support system terhadap penderita lupus. Komunitas Sahabat Cempluk sendiri merupakan komunitas yang menaungi penderita lupus dan juga sebagai pihak yang menyelenggarakan kegiatan itu, dengan bekerja sama dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Cabang DIY dan Service Excellence Institute. Acara kali ini merupakan kedua kalinya, setelah digelar pertama kali pada 2017 lalu.
"Bisa memberikan semangat, berkumpul bersama. Memang ada satu acara yang khusus bagi mereka untuk lebih positif karena sakit lupus itu kan seumur hidup, jadi supaya mereka lebih kuat menghadapi situasi ini baik orang tuanya maupun anak-anaknya," kata Ian, yang juga menderita lupus sejak 20 tahun lalu dan masih bertahan hingga saat ini.
Ian menuturkan, dengan mengonsumsi obat dan harus kontrol rutin dapat menimbulkan kejenuhan terhadap pasien. Bahkan, hal tersebut juga menjadi hal yang melelahkan dengan bolak-balik ke rumah sakit, baik bagi pasien maupun keluarga pasien.
"Harapannya kalau acara ini mereka bisa saling ngobrol, yang tadinya di grup aja, itu kan terbatas. Kalau ini mereka kan lebih akrab. Punya teman-teman yang lebih senasib. Dari acara tahun lalu, kan ada dari mereka yang bisa lebih survive. Kalau lihat temennya seperti itu, mereka termotivasi, ternyata aku juga bisa," katanya.
Selain memberikan semangat dan dukungan terhadap penderita lupus, edukasi juga dilakukan. Sebab, masih banyak masyarakat yang kurang mengetahui terkait penyakit lupus. Bahkan ada beberapa yang asal memberikan obat terhadap penderita lupus.
"Lupus bukan the end of the world. Kita dampingi biar orang gak salah informasi, info lupus itu masih kurang. Kita edukasi hal-hal yang berkaitan dengan obat. Misalnya kalau sakit lupus itu minum obat dalam jangka waktu yang panjang akan berisiko ke tulang keropos. Sehingga kamu harus banyak minum vitamin D," katanya.
Sekitar 30 pasien lupus yang ikut berpartisipasi dalam acara tersebut, mulai dari pasien yang masih duduk di SD, hingga mahasiswa yang kontrol di RSUP Dr Sardjito. Mereka tidak hanya berasal dari DIY, namun datang dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya Pekanbaru, Kupang, Lampung, Mataram, juga ada yang dari Kalimantan.
Ketua IDAI Cabang DIY, dr Sumadiono mengungkapkan, tidak semua pasien yang kontrol di RSUP Dr Sardjito yang diikutkan dalam acara tersebut. Saat ini, ada sekitar 130 pasien penderita lupus yang kontrolnya di RSUP Dr Sardjito.
"Kalau pasien lupus tidak boleh terlalu lelah dan kena sinar matahari langsung. Jadi yang ikut memang kondisinya yang memungkinkan. Ada yang masih dalam terapi," kata Sumadiono.
Melalui kegiatan tersebut, efek positif pun akan didapat bagi penderita lupus. Menurutnya, para penderita lupus dapat saling berbagi semangat, dukungan, hingga bercerita bagaimana perjuangan mereka saat berada dalam kondisi yang buruk akibat lupus.
Ia pun berharap agar kegiatan tersebut dapat menambah semangat penderita lupus untuk selalu berusaha dan berjuang, khususnya anak-anak yang ingin meraih mimpi-mimpinya.
"Kalau sesama mereka bisa curhat, temannya banyak, bahkan ada yang kuliah, ada yang kerja. Itu memang memberi efek kebersamaan bahwa ini (lupus) bukan suatu final atau akhir yang berat," katanya.