Jumat 17 Aug 2018 09:14 WIB

Pengungsi: Gempa Bukan Karena TGB atau Jokowi

Pengungsi meminta masyarakat bijak tak menambah perih penderitaan korban gempa

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Ichsan Emrald Alamsyah
Tim SAR gabungan berhasil menemukan tiga korban yang tertimbun tanah longsor di Dompo Indah, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (16/8).
Foto: Dok Basarnas Mataram
Tim SAR gabungan berhasil menemukan tiga korban yang tertimbun tanah longsor di Dompo Indah, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), Kamis (16/8).

REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Pengungsi di pos pengungsian di Dusun Pakel, Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Iskandar Zulkarnain (47), menyayangkan sejumlah informasi di media sosial yang mencampuradukan bencana dengan politik.

Ia memohon masyarakat bijak dalam berkomentar dan tidak menambah perih penderitaan yang dialami warga terdampak gempa."Cukup kita sayangkan di media sosial, gempa orang bilang ini gara-gara Jokowi nyalon lagi, Lombok diazab karena gubernurnya Zainul Majdi keluar dari ijtima ulama. Saudaraku semua, gempa ini murni dari Allah SWT, tidak disebabkan oleh pilkada," ujarnya di Dusun Pakel, Lombok Barat, NTB, Jumat (17/8).

Baca: Alat Penjernih Air Dikirimkan ke Lokasi Pengungsian Lombok

Dia mengajak masyarakat membangun demokrasi dengan akal sehat, dan tidak mempolitisir bencana karena perbedaan pilihan politik. Iskandar mengajak seluruh pengungsi untuk memaknai HUT Republik Indonesia dengan merdeka dari kata mengeluh.

"Karena Alquran telah memberikan kita rekomendasi, petunjuk bahwa musibah yang menimpa kita sudah dikehendaki dari Allah SWT," lanjutnya. 

Ia menilai, siapa saja yang percaya bahwa gempa berasal dari Allah dan sebagai ujian, maka Allah akan memberi petunjuk agar hati hambanya tetap teguh, istiqamah, semangat, dan membangun, serta berkata-kata yang baik.

"Kita harap kita juga merdeka dari efek gempa 7 SR, dari rasa panik trauma, segera kita hilangkan, mari bangun kembali Lombok," katanya menambahkan.

Sementara itu, pengungsi anak dan balita di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB),  mulai terserang penyakit. Mayoritas anak-anak dan balita menderia diare akut dan ISPA.

“Sejak  RS Lapangan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) dibuka pada Sabtu (11/8) lalu, selalu ada penambahan 20-an pasien anak dan balita setiap hari,” kata Ketua Tim RS Lapangan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) dr Mangaraja Victor dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (16/8).

Baca: Republika Ajak Para Pembaca Peduli Gempa Lombok

NTB dilanda gempa, Ahad (29/7) dan Ahad (5/8). Gempa tersebut telah menyebabkan ratusan korban meninggal, ribuan luka-luka, puluhan ribu rumah rusak parah dan ratusan ribu korban mengungsi, termasuk anak-anak.

Victor menyebut,  anak-anak memang rentan terserang penyakit kala tinggal di pengungsian. Selama tujuh hari, asupan makanan kurang bervariasi sehingga berdampak pada melemahnya daya tahan tubuh.

"Makanan  di sini umumnya  nasi dan mie sehingga asupan gizi kurang bervariasi. Ditambah lagi dengan cuaca yang panas sehingga anak-anak dan balita terpapar debu," papar Victor di RS Lapangan BSMI, Desa Pemenang Barat, Lombok Utara, Kamis (16/8).

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement