REPUBLIKA.CO.ID, LOMBOK BARAT -- Pengungsi di pos pengungsian di Dusun Pakel, Desa Gunungsari, Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Iskandar Zulkarnain (47), menyayangkan sejumlah informasi di media sosial yang mencampuradukan bencana dengan politik.
Ia memohon masyarakat bijak dalam berkomentar dan tidak menambah perih penderitaan yang dialami warga terdampak gempa."Cukup kita sayangkan di media sosial, gempa orang bilang ini gara-gara Jokowi nyalon lagi, Lombok diazab karena gubernurnya Zainul Majdi keluar dari ijtima ulama. Saudaraku semua, gempa ini murni dari Allah SWT, tidak disebabkan oleh pilkada," ujarnya di Dusun Pakel, Lombok Barat, NTB, Jumat (17/8).
Baca: Alat Penjernih Air Dikirimkan ke Lokasi Pengungsian Lombok
Dia mengajak masyarakat membangun demokrasi dengan akal sehat, dan tidak mempolitisir bencana karena perbedaan pilihan politik. Iskandar mengajak seluruh pengungsi untuk memaknai HUT Republik Indonesia dengan merdeka dari kata mengeluh.
"Karena Alquran telah memberikan kita rekomendasi, petunjuk bahwa musibah yang menimpa kita sudah dikehendaki dari Allah SWT," lanjutnya.
Ia menilai, siapa saja yang percaya bahwa gempa berasal dari Allah dan sebagai ujian, maka Allah akan memberi petunjuk agar hati hambanya tetap teguh, istiqamah, semangat, dan membangun, serta berkata-kata yang baik.
"Kita harap kita juga merdeka dari efek gempa 7 SR, dari rasa panik trauma, segera kita hilangkan, mari bangun kembali Lombok," katanya menambahkan.
Sementara itu, pengungsi anak dan balita di Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), mulai terserang penyakit. Mayoritas anak-anak dan balita menderia diare akut dan ISPA.
“Sejak RS Lapangan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) dibuka pada Sabtu (11/8) lalu, selalu ada penambahan 20-an pasien anak dan balita setiap hari,” kata Ketua Tim RS Lapangan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) dr Mangaraja Victor dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Kamis (16/8).
Baca: Republika Ajak Para Pembaca Peduli Gempa Lombok
NTB dilanda gempa, Ahad (29/7) dan Ahad (5/8). Gempa tersebut telah menyebabkan ratusan korban meninggal, ribuan luka-luka, puluhan ribu rumah rusak parah dan ratusan ribu korban mengungsi, termasuk anak-anak.
Victor menyebut, anak-anak memang rentan terserang penyakit kala tinggal di pengungsian. Selama tujuh hari, asupan makanan kurang bervariasi sehingga berdampak pada melemahnya daya tahan tubuh.
"Makanan di sini umumnya nasi dan mie sehingga asupan gizi kurang bervariasi. Ditambah lagi dengan cuaca yang panas sehingga anak-anak dan balita terpapar debu," papar Victor di RS Lapangan BSMI, Desa Pemenang Barat, Lombok Utara, Kamis (16/8).