Rabu 15 Aug 2018 10:16 WIB

BNPT Peringatkan Potensi Ancaman Radikalisme di Kampus

Mahasiswa diimbau lebih berhati-hati sehingga tidak terpapar paham radikalisme

Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ir Hamli.
Foto: dokpri
Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ir Hamli.

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol Ir Hamli memberikan kuliah umum kepada 4.994 mahasiswa baru Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) di Graha ITS, Surabaya, Selasa, (14/9) siang. Dia mengimbau agar mahasiswa lebih berhati-hati sehingga tidak terpapar paham radikalisme yang mengincar perguruan tinggi.

Sebagai alumni ITS, Hamli, tidak ingin mendapatkan laporan bahwa di almamaternya terdapat mahasiswa yang terpapar radikalisme. Apalagi sampai ada mahasiswa yang tidak diketahui keberadaanya karena masuk menjadi anggota kelompok radikal.

Hamli mengingatkan terpengaruhnya orang menjadi kelompok radikal terorisme disebabkan tiga faktor, di antaranya kondisi global yaitu merasa bahwa umat Islam tertindas oleh barat sehingga banyak yang berangkat ke Afganistan. Kedua faktor regional di mana terdapat wilayah Mindanao, Filipina yang ingin mendirikan negara Islam sehingga banyak orang Indonesia yang kemudian ikut berperang. Faktor yang ketiga yaitu nasional, merasa umat Islam terzholimi sehingga banyak orang-orang yang tadinya di Filipina pulang dan kemudian melakukan pengeboman di Indonesia dan beberapa di antaranya berstatus mahasiswa.

"Tahun 1985 sudah ada rekrutmen terhadap mahasiswa yang diberangkatkan ke Afganistan untuk turut berperang,” katanya.

Kelompok radikal menurut Hamli, memaknai jihad secara sempit dan hanya berdasarkan penafsiranya saja. Mereka menafsirkan sesuai dengan kepentinganya sehingga jihad selalu dimaknai hanya perang dan menghalalkan darah orang atau kelompok yang bukan anggotanya.

Imbas dari penafsiran kelompok radikal yang sempit tersebut digabungkan dengan berbagai isu baik global, regional dan nasional yang telah mereka framing dalam propaganda. Banyak kalangan anak muda yang terpapar paham radikal terorisme karena menganggap melakukan bom bunuh diri sebagai Fardu Ain dan akan mendapatkan tujuh puluh dua bidadari jika melakukan bom bunuh diri.

"Pemaknaan yang sempit dan serampangan inilah yang telah menyebabkan salah seorang anak muda melakukan bom bunuh diri di JW Marriot, Jakarta beberapa tahun silam dan virus paham seperti inilah yang juga merasuki satu anggota keluarga di Surabaya sehingga meledaklah bom yang membuat bangsa Indonesia khususnya warga Surabaya terluka." ungkap Hamil.

Karenanya, Hamli kembali menghimbau agar mahasiswa lebih berhati - hati terhadap segala bujuk rayu kelompok radikal, agar tidak terjadi konflik yang disebabkan oleh paham yang merusak tersebut. Dalam pandangan kelompok radikal, jika terjadi konflik maka pintu pahala telah terbuka untuk melakukan aksi-aksi teror.

"Konflik bagi kelompok radikal adalah lahan subur sebagai ladang meraih pahala," ungkapnya.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement