Selasa 14 Aug 2018 19:33 WIB

Kasus 'Cadar' IAIN Bukittinggi Dilimpahkan ke Ombudsman RI

Ombudsman Sumbar menyebut ada penyimpangan prosedur yang dilakukan rektor.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Muhammad Hafil
Aksi massa sejumlah ormas Islam di Bukittinggi soal pelarangan cadar oleh IAIN Bukittinggi, Jumat (11/5).
Foto: Sapto Andika Candra/Republika
Aksi massa sejumlah ormas Islam di Bukittinggi soal pelarangan cadar oleh IAIN Bukittinggi, Jumat (11/5).

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Kantor Perwakilan Ombudsman Sumatra Barat memutuskan untuk meneruskan kasus maladministrasi dalam pemberian sanksi soal cadar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi, ke pusat. Pelimpahan kasus ke Ombudsman pusat dilakukan karena Rektor IAIN Bukittinggi dianggap tidak mengindahkan sejumlah tindakan korektif yang seharusnya ditindaklanjuti dalam waktu dua bulan sejak terbitnya hasil pemeriksaan.

"Sudah kami serahkan ke pusat dua pekan lalu. Sebetulnya, bukannya mereka tidak respons. Namun kampus menganggap ada yang salah dalam pemeriksaan kami," ujar Plt Kepala Ombudsman Perwakilan Sumatra Barat Adel Wahidi, Selasa (14/8).

Adel mengungkapkan, pihak kampus beranggapan bahwa tidak seharusnya Ombudsman Sumbar menerbitkan rekomendasi kepada IAIN Bukittinggi. Padahal, Adel menekankan bahwa pemeriksaan terhadap Rektorat IAIN Bukittinggi yang dilakukan pada April 2018 lalu menghasilkan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) yang isinya sejumlah tindakan korektif bagi kampus.

"Yang kami terbitkan bukan rekomendasi namun LAHP. Seharusnya mereka lakukan tindakan korektif. Kami anggap itu (sikap keberatan kampus) bagian dari penolakan, dan kami teruskan ke Jakarta," jelas Adel.

Setelah diserahkannya kasus 'cadar' IAIN Bukittinggi ke pusat, lanjut Adel, Ombudsman RI nantinya berhak melakukan tinjauan ulang atas kasus ini. Selanjutnya, Ombudsman pusat bisa menerbitkan rekomendasi bagi pihak IAIN Bukittinggi, termasuk bila nanti diberikan sanksi kepada Rektor dan Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) IAIN Bukittinggi.

"Kalau Jakarta mau keluarkan rekomendasi dalam bentuk sanksi terhadap rektor atau dekan silakan," katanya.

Kepala Biro Administrasi Umum Akademik dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, menekankan bahwa seluruh prosedur sudah dilakukan sesuai ketentuan. Ia juga mengatakan bahwa Inspektorat Jenderal Kementerian Agama sudah turun langsung ke lapangan untuk menangani polemik kebijakan tentang cadar di IAIN Bukittinggi.

"Jadi kebijakan selanjutnya, kami menunggu Irjen Kemenag," katanya.

Dalam pemeriksaan Ombudsman Sumbar pada April 2018, disebutkan ada penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang oleh Rektor IAIN Bukittinggi dalam menjatuhkan sanksi kepada Hayati Syafri, dosen yang diminta libur mengajar karena ketetapannya dalam bercadar.

Saat itu Adel menjelaskan, penyimpangan prosedur terlihat saat Rektor IAIN Bukittinggi menyerahkan teguran tertulis pertama kepada Hayati pada awal Desember 2017. Dari pemeriksaan diketahui teguran diberikan tanpa melalui pemeriksaan Dewan Etik kampus. Bahkan saat teguran diberikan, Dewan Etik kampus belum terbentuk.

"Dewan Etik baru terbentuk melalui Surat Keputusan Rektor, 28 Desember 2017," jelas Adel.

Baru setelah Dewan Etik dibentuk, Rektor IAIN Bukittinggi meminta secara lisan untuk dilakukan pemeriksaan terhadap dosen Hayati. Adel memandang justru ada proses terbalik yang dijalankan kampus dalam menyusun sanksi terhadap Hayati. Dari hasil pemeriksaan yang dilakukan Dewan Etik pun, tidak diterbitkan rekomendasi berupa sanksi apa pun kepada Hayati atas keputusannya bercadar.

"Nah, tapi dengan hasil itu, rektor malah menjatuhkan sanksi pembebastugasan bagi Hayati semester ini. Makanya kami anggap rektor melakaukan penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang dalam menjatuhkan sanksi," jelas Adel.

Terkait penyalahgunaan wewenang, Rektor IAIN Bukittinggi Ridha Ahida ternyata merangkap jabatan sebagai Ketua Senat kampus. Hal ini, menurut Ombudsman, bertentangan dengan statuta atau AD/ART perguruan tinggi. Kampus berdalih rangkap jabatan yang ada sudah seizin Sekjen Kementerian Agama dan akan melakukan perbaikan struktur jabatan pada Maret 2019.

"Beliau rektor, beliau senat, dalam beberapa kesempatan beliau juga ikut dalam rapat Dewan Etik. Padahal bukan anggota Dewan Etik. Itu letak penyalahgunaan wewenangnya," ujar Adel. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement