Senin 13 Aug 2018 13:36 WIB

Posisi KH Ma'ruf Amin di MUI Dibahas Usai Musim Haji

Sejumlah pihak mendesak KH Ma'ruf Amin mundur.

Rep: Dedy Darmawan Nasution/ Red: Muhammad Hafil
Calon presiden petahana Joko Widodo bersama calon wakil presiden KH. Ma'ruf Amin berfoto sebelum melakukan sesi pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Ahad (12/8).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Calon presiden petahana Joko Widodo bersama calon wakil presiden KH. Ma'ruf Amin berfoto sebelum melakukan sesi pemeriksaan kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta, Ahad (12/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Posisi KH Ma’ruf Amin sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) akan dibahas pascamusim haji. Pembahasan status Kiai Ma’ruf harus dilakukan berdasarkan aturan organisasi dan tidak ditentukan secara sepihak.

“Rapat soal pimpinan MUI dilakukan usai ibadah haji,” kata Wakil Sekretaris Jenderal MUI Tengku Zulkarnain kepada Republika.co.id, Senin (13/8).

Menurut Tengku, pembahasan dilakukan usai musim haji disebabkan banyak pimpinan MUI yang masih menjalani ibadah haji. Seluruh pimpinan harus memberikan persetejuan terkait posisi Kiai Ma’ruf.

KH Ma’ruf Amin resmi ditunjuk oleh pejawat Joko Widodo untuk menjadi calon wakil presiden, Jumat lalu. Kiai Ma’ruf menyetujui penunjukkan tersebut dan menyatakan siap untuk melakukan berbagai tahapan menuju Pilpres.

Tengku enggan menjelaskan, apakah rapat yang akan digelar bakal membahas pengganti Ma’ruf atau tidak. Ia pun tak menjelaskan apakah ketua Umum MUI bisa terlibat atau tidak di dalam pemerintahan. “Tidak adak komentar selain itu. Mohon maafkan saya,” kata dia.

Baca juga: Sandiaga: Kiai Ma'ruf Amin Guru Saya, Saya Sangat Hormat

Usai menjalani tes kesehatan di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Ahad (12/8) malam, KH Ma’ruf menyatakan tidak akan meminta mundur atau dimundurkan dari jabatannya sebagai ketua umum. Sebab, ada mekanisme tersendiri yang telah diatur sesuai AD/ART organisasi MUI.

Sejumlah pihak telah mendesak agar dirinya memundurkan diri. Baik sebagai Ketua Umum MUI maupun dari posisi Rais Amm Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU). Desakan tersebut muncul karena dikhawatirkan independensi organisasi akan berkurang karena KH Ma’ruf Amin sebagai pimpinan tertinggi terlibat politik praktis.

Sebelumnya, Ketua MUI bidang Pendidikan dan Kaderisasi, Abdullah Djaidi menegaskan MUI tak terlibat politik praktis. Namun, jika ada Ulama yang memilih terjun ke dunia politik pun tak dilarang. Sebab, ada manfaat tersendiri yakni dapat meredam isu Suku Agama Ras Antargolongan (SARA) jelang Pilpres 2019.

"Artinya ulama menjadi bagian daripada pemerintahan nanti itu tidak akan memunculkan isu-isu SARA. Tapi secara kelembagaan kita MUI juga kita tidak terlibat dalam politik praktis," ujar Djaidi.

Djaidi menyatakan, dalam setiap agenda demokrasi, MUI selalu menyerahkan kepada setiap pengurus MUI untuk menentukan pilihannya masing-masing. Namun, secara kelembagaan MUI tidak berafiliasi dengan partai politik manapun.

Baca juga: Merangkul 212, Kritikan untuk Jokowi Dinilai akan Sirna

Baca juga: Relawan AHY Siap Dukung Prabowo-Sandiaga, Asal...

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement