Senin 13 Aug 2018 10:30 WIB

Solidaritas untuk Warga Lombok Harus Terus Dibangun

Pemulihan pascagempa perlu format baru.

ulisan pengungsi korban gempa bumi dipasang di sebuah pohon di sekitar lokasi tempat pengungsian darurat di Kayangan, Lombok Utara, NTB, Minggu (12/8). Masih terdapat pengungsi yang belum mendapat bantuan karena sulitnya akses untuk menjangkau lokasi pengungsi..
Foto: Zabur Karuru/Antara
ulisan pengungsi korban gempa bumi dipasang di sebuah pohon di sekitar lokasi tempat pengungsian darurat di Kayangan, Lombok Utara, NTB, Minggu (12/8). Masih terdapat pengungsi yang belum mendapat bantuan karena sulitnya akses untuk menjangkau lokasi pengungsi..

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, jumlah korban gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat bertambah menjadi 387 orang. Sementara itu, korban luka-luka tercatat 13.688 orang. Pengungsi tercatat 387.067 jiwa tersebar di ribuan titik.

Ratusan ribu jiwa pengungsi tersebut tersebar di Lombok Utara (198.846 orang), Kota Mataram (20.343 orang), Lombok Barat (91.372 orang) dan Lombok Timur (76.506 orang).

Sementara, penanganan pascagempa Lombok masih mengandalkan volunter/sukarelawan dari berbagai elemen masyarakat yang merasa terpanggil untuk ambil bagian dalam meringankan saudara-saudara yang tertimpa musibah gempa Lombok.

"Sikap kegotong-royongan dan bahu membahu inilah sebagai modal sosial terbesar sekaligus menjadi kekuatan bangsa Indonesia dalam menyikapi pascabencana gempa Lombok sebagai perasaan senasib sebangsa," ujar Lalu Gede Syamsul Mujahidin, anggota DPR RI dari dapil NTB, Ahad (12/8).

Lalu Gede mencatat sejarah lahirnya bangsa Indonesia karena didorong dari perasaan senasib dan sepenangnggungan. Tujuan negara ini didirikan agar melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. 

"Seluruh anggota bangsa ini adalah senasib sepenanggungan. Satu bagian dari bangsa ini terluka maka semua tubuh negara Indonesia merasakan sakit, itulah jiwa persatuan Indonesia dalam bingkai Pancasila," kata Lalu Gede, yang juga sebagai cucu Pahlawan Nasional asal NTB, TGKH Zainuddin Abdul Madjid.

Sebagai putra asli Lombok, politikus Hanura ini memberikan apresiasi yang luar biasa atas solidaritas nasional dari berbagai kalangan dan lapisan masyarakat Indonesia yang sudah memberikan bantuan materi maupun immateri.

Namun demikian, pemerintah pusat harus hadir lebih maksimal. Lalu Gede sebagai anggota Komisi I DPR ini meminta pemerintah pusat untuk mencari format yang tepat terhadap penanganan pascagempa Lombok. Menaikkan status menjadi bencana nasional itu lebih menekankan kepada tingkat keseriusan pemerintah pusat dalam menangani pascagempa Lombok.

Jika dirasa status bencana nasional ini berdampak negatif terhadap image dan persepsi industri pariwisata Lombok, kata dia, dirinya mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk membentuk Badan Rehabilitsi dan Rekonstruksi  Lombok yang memiliki tugas terhadap penanganan pascagempa, membangun rumah rakyat, rumah ibadah, fasilitas umum, dan lain sebagainya dalam bentuk "crash" program APBN.

"Karena kemampuan keuangan Pemprov NTB tidak akan mampu untuk menangani pascagempa Lombok ini," kata dia.

Menurut Lalu Gede, belajar dari kasus Bali, ketika Bali distatuskan sebagai bencana nasional, berakibat pada turisme langsung lumpuh, travel banned yang mengakibatkan lumpuhnya ekonomi, dan kerugian ekonomi Bali jauh lebih besar dibanding dengan alokasi APBN untuk bencana Bali. Oleh karena itu, status bencana nasional tersebut langsung dicabut, namun penanganan dan sumberdaya nasional dibuat sepenuhnya, seperti tatkala distatuskan sebagai bencana nasional. 

"Jika perlu alokasi APBN yang membutuhkan landasan hukum, diselesaikan dengan menerbitkan Perpres penugasan khusus terhadap Kementerian dan Lembaga tertentu," ujar Lalu Gede.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement