REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat politik Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengkritisi ketidakjelasan sikap PAN setelah pertemuan dengan Jokowi pada Selasa (7/8) sore. Menurutnya lebih baik PAN beroposisi ketimbang bergabung ke koalisi Jokowi yang sudah kuat.
"Adalah juga penting untuk tetap menjaga posisi oposisi yang kuat," ujar Ray kepada wartawan Selasa (7/8) malam.
Menurutnya, sikap oposisi PAN ini, merupakan bagian dari memperkuat sistem dan kuktur demokrasi Indonesia. Peran penguasa harus diimbangi oleh oposisi yang bernas. Ray melanjutkan, dalam posisi inilah keberadaan PAN jadi berarti.
"Saya pribadi merasa langkah PAN ini kurang pas. Menguatkan koalisi Jokowi yang memang sudah kuat akan berdampak pada ketidakseimbangan komposisi Demokrasi," katanya.
Bagaimanapun, menurutnya pertemuan Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan dengan Jokowi, telah memunculkan dugaan kemungkinan PAN masuk ke koalisi Jokowi. Sinyal ini, klaim Ray sebenarnya tidak disulit ditangkap, khususnya setelah koalisi Gerinda dan Demokrat terlihat lebih akrab. Dengan akrabnya Gerindra dan Demokrat, menurut Ray, PAN terlihat sebagai partai penggembira dalam koalisi itu.
"Dan jika dari pertemuan itu, akhirnya PAN merapat ke koalisi Jokowi kesemarakan pilpres akan berkurang," ujar Ray.
Selain itu, tambah Ray, masalah utamanya bukan saja soal kesemarakan. Soal posisi yang dibangun PAN sejak dari awal pun akan jadi kritik dari publik. Sekalipun PAN menempatkan satu kadernya di kabinet, tapi rekam jejak partai justru lebih banyak berbeda sikap dengan pemerintahan Jokowi. Saat yang sama, menurut Ray, aktifnya Amien Rais dalam berbagai kegiatan yang menyatakan sikap protes, kritis bahkan kampanye ganti presiden, mempertebal pandangan ini.
"Saya rasa, secara langsung sikap politik ini mewabah ke tingkat basis. Dan jika pada akhirnya PAN merapat ke koalisi Jokowi, itu membutuhkan penjelasan etis, moral dan tentu saja politis," katanya lagi.
Sampai saat ini sembilan partai sudah merapat di kubu Jokowi. Kesembilan parpol itu, PDI Perjuangan, Nasdem, PPP, PSI, Golkar, Hanura, PKPI, Perindo dan terakhir PKB. Sedangkan di kubu Prabowo baru lima parpol yang sudah jelas tidak akan bersama kubu Jokowi, Gerindra, Demokrat, PKS, PBB dan Berkarya. Walau cenderung PAN bergabung ke kubu ini, namun PAN belum bersikap tegas hingga Rakernas, Rabu (8/8).
Baca juga: Jokowi Gelar Pertemuan Tertutup dengan Ketum PAN di Istana
Sebelumnya Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menemui Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka Jakarta pada Selasa (7/8). Pertemuan tersebut memang tidak masuk dalam agenda resmi Presiden Jokowi hari ini. Namun mobil dinas Zulkifli Hasan yang menjabat sebagai Ketua MPR itu melintas di lapangan parkir Wisma Negara pada Selasa sore.
Terkait apakah hasil pertemuan dengan Presiden Joko Widodo itu akan dibawa ke Rapat Kerja Nasional (Rakernas) PAN 8 Agustus 2018 besok, Eddy juga belum bisa memastikannya. "(Apakah dibicarakan di Rakernas besok atau tidak) tergantung ya, itu diskresi Ketua Umum," ungkap Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno.
PAN saat ini masih tergabung partai pendukung pemerintah dan memiliki perwakilan menteri di Kabinet Kerja, namun PAN tak pernah terlihat bersama barisan pendukung Jokowi dalam Pilpres 2019. Dalam sejumlah kesempatan, PAN kerap bertemu dengan kubu Prabowo Subianto. Sebelumnya bahkan Zulkifli Hasan juga sudah bertemu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono dan Ketum Gerindra Prabowo Subianto.
Baca juga: Zulhas Bertemu Jokowi, Yandri: PAN Tetap ke Prabowo