REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sertifikasi halal untuk vaksin Campak/Measles dan Rubella (MR) menjadi perhatian serius bagi Kementerian Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Kementerian Kesehatan akan segera mengirimkan surat kepada Serum Institute of India (SII) selaku produsen vaksin MR untuk dapat memberikan data yang dibutuhkan untuk mempercepat proses sertifikasi halal dari vaksin MR.
“Sertifikasi kehalalan (vaksin MR) ini kewenangan MUI. PT Biofarma agar segera (melengkapi) dokumen kepada LPPOM MUI. Kami dari Kementerian Kesehatan juga akan menyurati SII untuk menanyakan kembali tentang bahan (vaksin MR)”, tutur Menkes dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (4/8).
Pada kesempatan tersebut, Menkes Nila Moeloek menyatakan bahwa Kementerian Kesehatan akan tetap menjalankan kampanye imunisasi MR di luar pulau Jawa dan pemberian vaksin MR pada program imunisasi rutin di Pulau Jawa. Pemberian vaksin dilakukan sambil terus mempercepat proses sertifikat halal vaksin tersebut.
“Kami tetap menjalankan kampanye imunisasi MR. Dari sisi kesehatan, tentu kami berkewajiban untuk melindungi anak-anak dan masyarakat dari bahayanya penyakit Campak dan Rubella”, tandas Menkes.
Sebagai informasi, data WHO tahun 2015 menyebutkan bahwa Indonesia termasuk 10 negara dengan kasus Campak terbesar di dunia. Data Kemenkes mencatat jumlah kasus suspek Campak dan Rubella dalam lima tahun terakhir, sejak 2014 s.d Juli 2018 adalah 57.056 kasus (8.964 positif Campak dan 5.737 positif Rubella).
Dikutip dari Antara, Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Asrorun Ni'am Soleh mengatakan vaksin nonhalal pernah digunakan dan diperbolehkan untuk imunisasi di Indonesia pada 2002. Alasan penggunaan jelas, karena suatu kedaruratan.
"Sebenarnya hal seperti ini bukan hal baru, tahun 2002 sudah pernah terkait fatwa imunisasi polio itu dua kali tahun 2002 dan tahun 2005," kata dia di Jakarta, Jumat (3/8). Pada 2002, kata dia, telah dilakukan pemeriksaan pada vaksin polio dan terkonfirmasi ada unsur nonhalal dalam vaksin tersebut.
Namun, vaksin polio tersebut tetap digunakan untuk imunisasi karena ada suatu kedaruratan. "Akan tetapi karena ada kebutuhan mendesak, maka pada saat itu vaksin untuk kepentingan imunisasi polio dengan komposisi yang ada unsur haram dan najis itu dibolehkan untuk digunakan, karena ada kebutuhan yang bersifat syar'i," kata Ni'am.
MUI akan menerbitkan fatwa kehalalan vaksin MR setelah LPPOM MUI mendapatkan dokumen terkait dengan komponen vaksin dan menguji kandungannya. Apabila dalam vaksin MR benar terdapat unsur nonhalal, vaksin tersebut tetap bisa digunakan dengan catatan tidak ada alternatif lain, tidak ada vaksin sejenis yang halal atau suci, bahayanya sudah sangat mendesak, dan ada penjelasan dari pihak yang memiliki kompetensi terkait dengan bahaya itu.