Jumat 03 Aug 2018 18:02 WIB

KB PII: UAS Jawaban dari Kekecewaan Masyarakat

Biarlah urusan mau tidaknya UAS diserahkan kepada dirinya dan para tokoh ormas Islam.

Rep: muhammad subarkah/ Red: Muhammad Subarkah
Ustaz Abdul Somad menyampaikan tausiyah saat Pengajian Akbar DMI di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (25/7).
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Ustaz Abdul Somad menyampaikan tausiyah saat Pengajian Akbar DMI di Masjid Istiqlal, Jakarta, Rabu (25/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Keluarga Besar Pelajar Islam Indonesia (KB PII) Nasrullah Larada mengatakan, munculnya Ustaz Abdul Somad (UAS) menjadi tawaran menarik. Bahkan, menurut Nasrullah, hal itu perlu dipertimbangkan secara serius oleh Prabowo Subianto jika ingin memenangkan pertarungan di Pemilu 2019.

Selain itu, munculnya Ustaz Abdul Somad dalam ijtima ulama beberapa hari lalu menjadi fenomena daya tarik pemilih. Kalangan masyarakat saat ini ternyata lebih mengunggulkan tokoh masyarakat agama ketimbang seorang politisi, legislatif, atau eksekutif.

"Mungkin ini jawaban dari kekecewaan lapisan masyarakat bawah terhadap perilaku para politisi, baik yang ada di eksekutif maupun legislatif,'' kata Nasrullah Larada, di Jakarta, Jumat (3/8).

Menurutnya, UAS memiliki memang magnet sebagaiman halnya Anies Baswedan dalam Pilgub DKI. Kebimbangan Prabowo untuk menentukan cawapres, layak diakhiri dengan dibarengi kerja segenap ormas Islam dan masyarakat musim Indonesia untuk mendesak kepada UAS agar menerima amanah cawapres.

Ditegaskan Nasrullah, munculnya alternatif cawapres Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang ditawarkan oleh Partai Demokrat, tampaknya tak perlulah dipikirkan serius oleh Prabowo Subianto (PS). Sebab, tawaran ini cukup dijadikan bumbu-bumbu saja, mengingat dalam pertarungan Pilgub DKI kemarin, perolehan suara AHY tidak maksimal dan tidak signifikan.

"Kata kuncinya, pasangan PS-UAS akan menjadi penantang berat Jokowi jika bisa terwujud,'' ungkapnya.

Dia mengharapkan, sebaiknya parpol tidak terlalu latah, bahkan cari perhatian di mata masyarakat untuk ikut-ikutan mencalonkan UAS menjadi cawapres karena justru akan menjadi kontraproduktif. Serahkan persoalan mau atau tidaknya UAS kepada para ulama, tokoh-tokoh masyarakat Islam, dan ormas Islam.

Menurut pengamatan Nasrullah, sampai menjelang pendaftaran capres dan cawapres, partai-partai masih sibuk melakukan lobi. Sampai kini, belum tampak mengerucut siapa akan berpasangan dengan siapa.

"Bahkan, Jokowi pun yang sudah resmi menyatakan diri maju kembali di Pilpres 2019, belum berani memunculkan cawapresnya, meski berbagai parpol pendukung, baik di level ketua umum maupun sekjen, melakukan pertemuan yang dilakukan berulang kali,'' ujar Nasrullah yang juga wakil bendahara PAN.

Namun, lanjutnya, ada satu hal yang patut menjadi perhatian. Hal ini mengenai koalisi partai pendukung Jokowi tampaknya akan porak poranda jika salah pilih cawapres. Bahkan, PKB atau Golkar juga berpotensi memisahkan diri jika cawapresnya tidak sesuai dengan kriteria/kebutuhan bangsa ke depan dengan segala permasalahannya.

"Jika PDIP pernah membuat kriteria cawapres yang di antaranya seorang ekonom/pelaku bisnis, itu hal yang sangat wajar mengingat periode Jokowi saat ini lemah di sektor ekonomi. Di sisi lain, Prabowo juga masih bimbang untuk menentukan cawapres, atau bahkan mungkin masih bimbang untuk menentukan sikap dirinya, apakah maju atau tidak sebagai capres 2019,'' katanya menegaskan.

Bahkan, katanya, andaikan Prabowo maju capres 2019, masih menyisakan pekerjaan rumah, yaitu siapa yang akan menjadi cawapresnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement