Rabu 01 Aug 2018 15:12 WIB

Jepang Belajar Tangani Terorisme di Indonesia

Delegasi Jepang mengaku tidak pernah membayangkan cara-cara lunak sebelumnya.

Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius memberikan paparannya saat wawancara di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (22/6).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme Suhardi Alius memberikan paparannya saat wawancara di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat (22/6).

REPUBLIKA.CO.ID, LAMONGAN -- Suasana akrab dan hangat terjadi saat utusan pemerintah Jepang mengunjungi Yayasan Lingkar Perdamaian di Desa Tenggulun, Kecamatan Solokuro, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur, Selasa (31/7). Mereka terharu bisa melihat langsung puluhan mantan teroris yang kini justru berjibaku menggaungkan perdamaian. Delegasi Jepang pun siap belajar banyak dari Indonesia untuk melakukan cara-cara lunak (soft power approach) untuk menangani terorisme di negaranya.

“Mereka sangat antusias bahkan terharu melihat fakta di Tenggulun ini. Saya katakan setiap orang punya hati dan sepanjang kita mampu menyentuhnya, mereka pasti mau kembali,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol Suhardi Alius usai mendampingi kunjungan delegasi Jepang  yang terdiri dari badan anti teror yang juga mewakili salah satu kementerian Jepang.

Komjen Suhardi mengungkapkan, delegasi Jepang mengaku tidak pernah membayangkan cara-cara lunak seperti ini sebelumnya dalam menangani terorisme. Memang dari segi kuantitas, gangguan terorisme di Jepang memang kecil sekali. Contohnya beberapa waktu lalu Jepang menghukum mati 13 teroris karena teror gas sarin di stasiun kereta api. Bentuk terorisme seperti itulah yang banyak terjadi di Jepang.

Tapi itu tidak dijadikan patokan sehingga mereka benar-benar ingin belajar banyak dalam penanganan terorisme, khusunya soft power approach dari Indonesia. Bahkan delegasi Jepang tidak berhenti di Tenggulun saja, tim mereka juga akan berkunjung ke tempat lain untuk melihat langsung upaya-upaya lunak yang dilakukan BNPT dalam merangkul mantan teroris.

Mantan Kapolda Jawa Barat ini melanjutkan, ketertarikan Jepang berawal dari kunjungannya ke Jepang beberapa waktu lalu. Saat itu, mereka menyatakan ingin tahun bagaimana kondisi sebenarnya terkait penanganan mantan teroris dengan soft power approach dan juga ingin mengenal bentuk terorisme di Indonesia serta cara mengatasinya.

“Kami jelaskan bahwa inilah yang dikerjakan BNPT membuat balance antara hard power approach dan soft power approach. Dan soft power approach inilah yang kita kembangkan. Mereka ingin melihat yang sudah didengar dan melihat langsung serta ingin komunikasi langsung dengan pelakunya Ali Fauzi, teman-temannya, dan keluarganya. Intinya mereka ingin lihat secara riil yang telah kami kerjakan . Jadi tidak hanya tataran konsep saja, tapi juga implementasinya,” jelas Suhardi.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement