Rabu 01 Aug 2018 16:12 WIB

Din: ‘Saya Sudah Sering Dikaitkan dengan Pencalonan’

Sejak 2009 nama Din sudah terlalu sering dikait-kaitkan dengan pencalonan.

Rep: Bowo Pribadi/ Red: Andi Nur Aminah
Din Syamsuddin
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Din Syamsuddin

REPUBLIKA.CO.ID, SALATIGA -- Nama Ketua Dewan Pembina Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof Dr KH Din Syamsuddin baru-baru ini menjadi satu dari sekian nama yang dimunculkan pada bursa calon wakil presiden (cawapres). Ulama internasional yang sekaligus juga merupakan tokoh nasional ini, disebut-sebut memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mendampingi pemimpin Indonesia ke depan.

Menanggapi hal ini, Din Syamsuddin mengaku hingga hari ini belum pernah ada yang menghubunginya, kecuali membaca informasi dari media. Ia pun mengakui ada yang mendukungnya untuk mencalonkan.

Baginya itu merupakan sesuatu yang biasa. Karena sejak 2009 namanya juga sudah terlalu sering dikait-kaitkan dengan pencalonan. “Tentu saya bersyukur, tersanjung dan saya kira ini manusiawi kalau saya tersanjung,” ungkapnya, saat di konfirmasi di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Rabu (1/8).

Dan kalau dikatakan siap atau bersedia, lanjutnya, tentu pengalaman memimpin ormas besar seperti Muhammadiyah, sekarang di Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan juga kiprahnya di dunia internasional sebagai presiden tokoh agama Asia terlalu naïf untuk mengatakan tidak. Hanya saja, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah ini mengaku tahu diri untuk berbicara lebih jauh soal pencalonan. “Karena kewenangan dan hak untuk pencalonan itu kan ada pada partai politik (parpol),” ujarnya.

Baca: Din Tersanjung Masuk Bursa Cawapres Jokowi

Terkait dengan siapakah figur pemimpin Indonesia ke depan, Din menegaskan, siapapun yang tampil jadi presiden nanti, baik Jokowi maupun Prabowo Subianto, bagus kalau mengambil pendampingnya dari kalangan umat beragama. Dan tentu karena di Indonesia ini umat Islam mayoritas, dia mengatakan, dengan kerelaan dari umat-umat agama lain untuk menerima pemimpin dari kalangan Islam dengan syarat punya wawasan kemajemukan, pluralis yang bisa juga mengayomi umat-umat agama lainnya.

Mengapa demikian, dia menjelaskan, karena akhir-akhir ini dengan penonjolan politik identitas, kemudian political Islam yang juga bangkit. Jangan sampai hal ini menjadi kendala bagi kemajuan bangsa. “Sebaliknya, ini harus dijadikan sebagai elemen pendukung dari proses-proses pembangunan dan kemajuan bangsa ini,” tambahnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement