Rabu 01 Aug 2018 15:03 WIB

Kopi Dibayar Botol

Kedai Kopi Tarto bisa dibayar dengan hanya menukar botol plastik bekas

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Esthi Maharani
Di Kedai Kopi Tarto di Bantul, Yogyakarta, biji kopi diulek untuk mendapatkan sensasi berbeda.
Foto: Republika/Eric Iskandarsjah Z
Di Kedai Kopi Tarto di Bantul, Yogyakarta, biji kopi diulek untuk mendapatkan sensasi berbeda.

REPUBLIKA.CO.ID, Kedai Kopi Tarto merupakan salah satu warung kopi yang unik. Selain bisa dibayar seikhlasnya, secangkir kopi di coffeeshop yang terletak di Bantul, DI Yogyakarta ini juga bisa dibayar dengan hanya menukar botol plastik bekas.

Pemilik Tarto Kopi, Anggana mengatakan, penukaran secangkir kopi dengan bekas botol air minum dalam kemasan (AMDK) dikedai ini bebas ukuran. "Sampah bekas botol plastik ukuran apa saja kami terima. Secangkir kopi bisa ditukar dengan membawa delapan botol sampah plastik," ujar Anggana saat dijumpai di kedainya beberapa waktu lalu.

Eng, sapaan akrab Anggana, menjelaskan, sampah-sampah plastik yang terkumpul dari hasil penukaran kopi itu nantinya akan digunakan sebagai media pertunjukan bertajuk Octagon Syndrome, yang dihelat pada bulan Agustus ini. Octagon Syndrome merupakan sebuah proyek teater yang digagas oleh Komunitas Sakatoya bersama snooge artwork.

“Pertunjukan itu membutuhkan kurang lebih 10 ribu botol plastik," kata Eng yang juga merupakan founder sekaligus sutradara dari komunitas Sakatoya.

Ia pun menekankan, ide awal projek teater Octagon Syndrome berangkat dari rasa kegelisahan, karena melihat banyaknya sampah plastik dari kebiasaan hidup manusia sehari-hari. Dari kegelisahan itu, ia kemudian bersama komunitas Sakatoya  melakukan riset kecil-kecilan dengan mengunjungi beberapa tempat pembuangan sampah (TPS).

"Setiap hari, saat haus, kita mudah sekali membeli minum air kemasan. Padahal sampah plastik susah sekali diurai," ungkapnya. 

Ia pun memulai gerakan peduli terhadap sampah plastik dengan membuka penukaran delapan botol sampah plastik dengan secangkir kopi. "Kami sekaligus ingin melihat seberapa banyak teman-teman yang peduli. Melalui gerakan tukar botol plastik dengan secangkir kopi ini juga sekaligus ajakan untuk menggugah kepedulian terhadap sampah plastik," kata dia.

Sejauh ini, menurut Eng, sudah ada sekitar dua ribuan sampah plastik yang terkumpul dari hasil donasi para teman dan relawan.

Kedai Tarto sendiri adalah sebuah kedai kopi kecil yang juga menjadi tempat berkumpulnya anak-anak seni dari komunitas Sakatoya. Kedai yang baru berusia sekitar empat bulan ini sendiri terletak di Rumah Akanan, tepatnya di Gang Soka, RT 03/RW 03 Jagalan, Kotagede, Banguntapan, Bantul.

Menurutnya, hal unik dari kedai ini adalah karena tiap pengunjung yang datang untuk minum kopi di tempat ini akan diajak ngobrol dan bercanda selayaknya pulang ke rumah sendiri. "Makanya kami namakan kedai kopi ini Tarto. Nama Tarto, diambil dari paduan dua kata jawa 'ntar' dan 'tho' (ntar tho) yang artinya 'sebentar dulu'," ujar Anggana.

Menurut lelaki alumni Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini, filosofi makna dari Tarto sangat mendalam. Ia mengungkapkan, setiap pengunjung yang datang akan disambut bukan sebagai pembeli, namun sebagai saudara dan keluarga.

"Makanya Ntar tho. Jangan pulang dulu, ngobrol dulu," ucapnya.

Untuk kopi yang ditawarkan, ada banyak varian rasa yang bisa anda nikmati di kedai Tarto Kopi. Ada kopi Gayo, Bajawa Flores, Kintamani hingga kopi Lampung. Menariknya, setiap satu gelas kopi yang disajikan di Tarto Kopi ini terasa spesial, karena biji kopi tidak digrinding atau digiling selayaknya kedai kopi lainnya, melainkan ditumbuk menggunakan cobek.

Alasannya, menurut Eng, karena dengan ‘diuleg’ dia akan memiliki banyak waktu untuk bisa ngobrol bersama pelanggannya.

"Biji kopi ini saya uleg. Karena akan lebih unik. Proses pembuatan secangkir kopi akan lebih lama. Kita bisa lebih banyak ngobrol. Selain itu, wangi biji kopi yang diuleg juga akan lebih semerbak," kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement