Selasa 31 Jul 2018 21:02 WIB

Generasi Milenial dan Islam Modernis Penentu Pilpres

Jika pasangan calon presiden abaikan ini maka mereka akan mengalami kekalahan.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Muhammad Subarkah
Game komputer, ilustrasi
Game komputer, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bendahara Umum DPP PAN dan Ketua Umum KB PII, Nasrullah Larada, mengatakan peta pemilih 2019 akan didominasi oleh kalangan generasi milenial dan perkotaan atau Islam modernis. Dengan kata lain, siapapun calon presiden (capres)-nya jika tidak memanfaatkan potensi pemilih di kalangan itu, maka terancam secara serius mengalami kekalahan..

"Jokowi dengan seabrek dukungan dari parpol, belum memberi rasa aman jika mengambil cawapres dari kalangan generasi tua usia 65-70 tahunan, dan bukan dari kalangan Islam modernis yang nota bene melek IT/medsos. Dia akan ditinggal pemilih atau dukungan,'' kata Nasrullah, di Jakarta, Selasa (31/7).

Sebaliknya, lanjut Nasrullah, Prabowo juga akan mengalami kesulitan jika memandang sebelah mata calon wakil presiden (cawapres dari generasi muda di bawah 60 tahun, Islam modernis, dan luar Jawa. Dia dikuatirkan akan kehilangan daya magnetnya pula.

"Prabowo berpotensi menjadi lawan tanding Jokowi jika didampingi cawapres dari Islam modernis dan luar Jawa. Ustad A Somad dan Zulkifli Hasan menjadi lawan yang dapat mempersulit posisi Jokowi jika digandeng oleh Prabowo,'' ujarnya.

Selain itu, lanjutnya, semua cawapres itu merepresentasikan kalangan generasi muda/milenial, Islam modernis, dan kuktural, serta luar jawa.

Sebaliknya, Jokowi akan dengan mudah memenangkan pertarungan Pilpres 2019 jika menggandeng cawapres dari kalangan Islam modernis, perkotaan, dan ekonom/pelaku bisnis mengingat kondisi ekonomi saat ini sedang amburadul.

Selain itu, katanya, adanya dua potensi penantang baru Jokowi, Anies Baswedan dan Gatot Nurmantyo patut diperhitungkan dalam perhelatan Pilpres 2019. Meski keduanya belum punya kendaraan partai dan selalu berada diurut bawah dalam berbagai survei, namun keduanya memiliki potensi suara yang unpredictable di kalangan masyarakat.

"Sebagai contoh, dalam Pilkada DKI, mayoritas lembaga survey mengunggulkan Ahok, namun nyatanya justru Aneis yg unggul. Gatot belum terbukti, namun posisinya sama dengan Anis, dianggap sebagai perwakilan dari kelompok Islam pro perubahan,'' ujarnya.

Namun demikian, katanya, keduanya juga akan gagal jika salah mengambil Cawapres. Jika kedua Capres mengambil Cawapres dari kalangan ekonom atau pelaku bisnis, plus memiliki kedekatan dengan Kalangan Islam modernis dan kuktural, kemenangan pasangan Anis atau Gatot tak terelakan.

"Begitu sebaliknya, jika kedua Capres tersebut mengambil Ketua Umum Partai sebagai Cawapres, maka akan tumbang melawan Jokowi,'' tandas Nasrullah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement