Senin 30 Jul 2018 17:03 WIB

Kekeringan Ekstrem Diprediksi Landa Wilayah Ciayumajakuning

Kekeringan ekstrem berarti lebih dari 60 hari tanpa hujan.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Nur Aini
Kekeringan. Ilustrasi
Foto: Foxnews
Kekeringan. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MAJALENGKA – Menghadapi puncak musim kemarau, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka memprediksi Wilayah Ciayumajakuning akan berlangsung hari tanpa hujan kategori sangat panjang maupun kekeringan ekstrem. Masyarakat pun diimbau untuk mewaspadai kondisi tersebut.

"Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus–September,’’ ujar Forecaster BMKG Stasiun Jatiwangi, Ahmad Faa Izyn, kepada Republika.co.id, Senin (30/7).

Pria yang biasa disapa Faiz itu menyebutkan, pada puncak musim kemarau, curah hujan yang terjadi masuk kategori rendah (di bawah 50 mm per bulan). Namun secara umum, di Wilayah Ciayumajakuning akan berlangsung musim kemarau dengan hari tanpa hujan kategori sangat panjang (31–60 hari).

Selain itu, kata Faiz, di beberapa daerah di Wilayah Ciayumajakuning juga ada yang berpotensi mengalami kekeringan ekstrem. Meski demikian, hingga saat ini belum bisa diprediksi daerah mana saja yang berpotensi kekeringan ekstrem karena ada faktor lain selain cuaca, di antaranya faktor lingkungan masing-masing daerah.

"Wilayah yang berpotensi kekeringan ekstrem berarti lebih dari 60 hari tanpa hujan,’’ kata Faiz.

Faiz mengatakan, saat puncak musim kemarau, suhu udara maksimum di Wilayah Ciayumajakuning diperkirakan mencapai 38 derajat celcius. Kondisi itu sama seperti tahun-tahun sebelumnya.

Menghadapi berbagai kondisi pada puncak musim kemarau tersebut, Faiz mengimbau agar masyarakat lebih bisa memanfaatkan air secara efektif dan efisien. Selain itu, bagi pertanian dengan sistem irigasi teknis, maka harus mengatur air secara bergiliran. Sedangkan bagi sawah tadah hujan, lebih baik menanam palawija dibandingkan tanaman padi.

‘’Hati-hati juga terhadap kebakaran di perumahan dan lahan. Jika sedang membakar sampah, jangan ditinggalkan,’’ kata Faiz.

Tak hanya di perumahan, Faiz juga mengimbau agar mewaspadai potensi kebakaran hutan. Khusus bagi pendaki di Gunung Ciremai, tidak diperbolehkan membuang puntung rokok sembarangan dan meninggalkan api unggun sebelum benar-benar padam. "Saat puncak kemarau dengan kondisi yang panas, kering dan angin cukup kencang, bisa menjadi faktor terjadinya kebakaran hutan,’’ kata Faiz.

Baca: Air di Waduk Jatiluhur Menyusut

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement