Senin 30 Jul 2018 16:53 WIB

Kuningan Siaga Kekeringan dan Karhutla

Ada delapan kecamatan di Kabupaten Kuningan yang rawan kekeringan.

Rep: Lilis Sri Handayani/ Red: Andi Nur Aminah
Ancaman bencana kekeringan
Foto: Dok ACT
Ancaman bencana kekeringan

REPUBLIKA.CO.ID, KUNINGAN -- Memasuki puncak musim kemarau, wilayah Kabupaten Kuningan bersiaga menghadapi darurat kekeringan. Ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) juga turut diwaspadai. "Kuningan sudah menerbitkan SK Siaga Kekeringan dan Karhutla per 27 Juli sampai 1 November 2018," ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kuningan, Agus Mauludin, kepada Republika.co.id, Senin (30/7).

 

Agus mengungkapkan, menghadapi siaga kekeringan dan karhutla tersebut, pihaknya sudah menyiapkan sumber daya manusia (SDM) maupun berbagai sarana dan prasarana yang dibutuhkan. Selain itu, koordinasi dengan beberapa stakeholder dan mengeluarkan imbauan kepada masyarakat juga sudah dilakukan.

 

Berdasarkan data 2017, terang Agus, ada delapan kecamatan di Kabupaten Kuningan yang rawan kekeringan. Yakni, Kecamatan Cipicung, Ciawigebang, Cidahu, Cimahi, Ciniru, Karangkancana, Ciwaru dan Cibeureum. "Untuk daerah yang rawan kekeringan pada tahun ini masih dipantau dan didata," kata Agus.

 

Namun, lanjut Agus, hingga saat ini, sudah ada enam desa yang melaporkan terjadinya kesulitan air bersih. Adapun keenam desa itu adalah Desa Simoay Jaya, Tanjungkerta, Sukasari dan Cihanjaro (Kecamatan Karangkancana), Desa Jambugeulis (Kecamatan Cigandamekar) dan Desa Pamupukan (Kecamatan Ciniru).

 

Sementara itu, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Jatiwangi, Kabupaten Majalengka memprediksi puncak musim kemarau di Wilayah Ciayumajakuning akan berlangsung hari tanpa hujan kategori sangat panjang maupun kekeringan ekstrim. Masyarakat pun diimbau untuk mewaspadai kondisi tersebut. "Puncak musim kemarau diprediksi terjadi pada Agustus – September," ujar Forecaster BMKG Stasiun Jatiwangi, Ahmad Faa Izyn, kepada Republika.co.id, Senin (30/7).

 

Pria yang biasa disapa Faiz itu menyebutkan, pada puncak musim kemarau, curah hujan yang terjadi masuk kategori rendah (dibawah 50 mm per bulan). Namun secara umum, di Wilayah Ciayumajakuning akan berlangsung musim kemarau dengan hari tanpa hujan kategori sangat panjang (31 – 60 hari).

 

Selain itu, lanjut Faiz, di beberapa daerah di Wilayah Ciayumajakuning juga ada yang berpotensi mengalami kekeringan ekstrim. Meski demikian, hingga saat ini belum bisa diprediksi daerah mana saja yang berpotensi kekeringan ekstrim karena ada faktor lain lain selain cuaca, di antaranya faktor lingkungan masing-masing daerah. "Wilayah yang berpotensi kekeringan ekstrim berarti lebih dari 60 hari tanpa hujan," tandas Faiz. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement