REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Pengadilan Agama (PA) Kota Tasikmalaya mengungkapkan jumlah angka perceraian selama Januari-Juni 2018 mencapai 896 kasus. Mayoritas penyebab perceraian dikarenakan faktor ekonomi.
Panitera Muda PA Kota Tasikmalaya, Yayah Yulianti menyampaikan 896 kasus perceraian tersebut semuanya sudah dikabulkan pihak pengadilan. Bila merujuk pada angka gugatan cerai yang masuk ke dalam direktori pengadilan, ia memperkirakan jumlah itu akan terus bertambah.
"Kalau kasus perceraian itu kami bagi ke dalam dua kelompok yang pertama berdasarkan talak yang kedua berdasarkan gugatan. Jumlahnya yang mengajukan gugatan lebih banyak daripada yang talak," katanya pada wartawan, Jumat (27/5).
Ia menyebut dari data pengadilan, jumlah pengajuan talak mencapai 216 kali dari total jumlah perceraian yang dikabulkan sebanyak 896. Sedangkan sisanya yaitu 680 kasus pengajuan talak cerai berdasarkan gugatan. Ia menyimpulkan mayoritas penyebab perceraian lantaran faktor tidak terpenuhinya kebutuhan ekonomi.
"Penyebab utama perceraian yang terjadi masih didominasi faktor ekonomi. Trennya hampir tidak pernah berubah dari tahun ke tahun. Beberapa gugatan perceraian juga ada yang berhasil kami gagalkan lewat mediasi," ujarnya.
Di sisi lain, angka perceraian yang dikabulkan pengadilan sepanjang 2017 lalu mencapai 1.840 kasus. Dari jumlah tersebut, 453 pasutri bercerai melalui mekanisme talak. Adapun sisanya 1.387 memutuskan berpisah melalui jalur gugatan.
"Jumlahnya masih akan bertambah untuk tahun ini. Mungkin saja bisa lebih banyak dari tahun lalu," ucapnya.
Baca juga, Kasus Perceraian Terjadi di Padang Sepanjang 2017.
Sementara itu, Pengadilan Agama (PA) Kota Padang, Sumatra Barat menangani 1.823 kasus perceraian sepanjang tahun 2017 lalu. Dari angka tersebut, 75 persen atau 1.374 kasus merupakan gugatan cerai istri terhadap suaminya.
Ketua PA Padang, Nasrul K mengatakan bahwa dari 1.823 gugatan perceraian, 1.805 di antaranya dikabulkan oleh majelis hakim. PA Kota Padang juga mencatat, kasus cerai talak atau gugatan suami terhadap istri tercatat 'hanya' 431 kasus.
"Angka perceraian tahun ini sepertinya meningkat dibanding tahun lalu. Tapi, kami belum merekap jumlah totalnya. Namun, yang dominan tetap dari gugatan istri terhadap suami," katanya, Kamis (5/7).
Sosiolog dari Universitas Negeri Padang (UNP), Erian Joni ikut mengomentari tingginya kasus perceraian di Kota Padang. Menurutnya, kasus perceraian merupakan cermin banyaknya pasangan suami istri yang tak mampu mengadopsi fungsi-fungsi inti dalam keluarga, termasuk fungsi ekonomi, fungsi religi, fungsi afeksi (kasih sayang), dan fungsi proteksi (perlindungan).
"Tidak mampunya pasangan suami istri berawal dari situasi ketidaksiapan membangun rumah tangga. Tapi, mereka tetap memutuskan menikah. Kondisi ini yang berpotensi terjadinya cekcok dan berujung perceraian," katanya.