Jumat 27 Jul 2018 00:05 WIB

Terpantau Delapan Titik Panas di Sumsel

Ada 600 hektare ribu lahan gambut di Sumsel yang perlu di restorasi.

Rep: Maspril Aries/ Red: Muhammad Hafil
Ilustrasi titik panas kebakaran lahan di Sumatra.
Foto: ANTARA
Ilustrasi titik panas kebakaran lahan di Sumatra.

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG – Jumlah hotspot atau titik panas  di Sumatera Selatan (Sumsel) selalu fluktuatif. Dari pantauan satelit Lapan jumlah titik panas setiap harinya jumlahnya selalu turun naik.

“Dari pantauan satelit Lapan pada Kamis (26/7) sampai pukul 18.30 WIB terpantau ada delapan titik panas. Jumlah titik tersebut meningkat dibanding pantauan satelit kemarin. Pada Rabu (25/7), berdasarkan pantauan satelit Lapan jumlah titik panas  zero,” kata Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumsel Iriansyah, Kamis (26/7).

Demikian pula dari hasil patroli udara pada 25 Juli 2018 menurut Iriansyah juga tidak ditemukan ada kebakaran lahan. “Dari hasil patroli udara hari ini ditemukan ada empat kebakaran lahan, yaitu di Pangkalan Lampam dan Tulung Selapan Lir keduanya di Kabupaten Ogan Komering Ilir, kebakaran di Pemulutan Kabupaten Ogan Ilir dan di Rambutan Kabupaten Banyuasin. Di empat lokasi tersebut api sudah mengecil,” ujar Iriansyah.

Berdasarkan laporan dari Kabupaten Ogan Ilir (OI) pada Rabu (25/7) telah terjadi kebakaran lahan di Desa Talang Pangeran Ilir Kecamatan Pemulutan Barat. Lahan yang terbakar dengan luas kurang lebih 1,5 ha, tipe kebakaran permukaan. Api berhasil dipadamkan personil gabungan dengan pelaksanaan pemadaman BPBD Ogan Ilir, Manggala Agni, TNI dan Polri.

Delapan titik panas yang terpantau satelit Lapan pada Kamis, 26 Juli 2018 tersebar di enam kabupaten, yaitu dua titik di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), dua titik di Kabupaten Banyuasin, satu titik di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), satu titik di Kabupaten OKU Selatan, satu titik di Kabupaten Musi Rawas (Mura) dan satu titik di Kabupaten Empat Lawang.

Sementara itu, menurut staf ahli Gubernur Sumsel bidang Perubahan Iklim Najib Asmani di daerah ini ada sektar 600.000 hektare lahan gambut yang perlu direstorasi. “Proses restorasi selain memakan waktu lama, soal biaya juga menjadi pertimbangan mengingat anggaran yang dipergunakan tidak sedikit,” katanya.

Najib Asmani juga menjelaskan, proses restorasi di Sumsel sampai saat ini masih terus jalan, dalam prosesnya restorasi juga mengikutsertakan masyarakat pemilik lahan, organisasi lingkungan serta perusahaan pemilik izin pengelolaan hutan.

Untuk mengantisipasi karhutla di Sumsel, pemerintah daerah bersama masyarakat dan perusahaan pengelola hutan telah membuat 300 titik sumber air serta 250 sekat kanal. Jumlah itu masih sedikit ketimbang lahan yang harus direstorasi. “Sekat kanal merupakan pengaturan tata muka air tujuannya untuk membuat lahan gambut tetap basah. Meskipun musim kemarau melanda,” ujar Najib.

Menurut Najib, kebakaran hutan dan lahan memberikan multiplier effect. "Karhutla menghasilkan bencana asap yang mengganggu jarak pandang hingga kesehatan, dampak lain yang juga disisakan adalah bagaimana harus bisa memulihkan lahan gambut khususnya yang sudah terbakar kembali seperti semulam," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement