Rabu 25 Jul 2018 04:45 WIB

Warga di Selatan Sukabumi Mulai Kesulitan Air Bersih

Warga harus berjalan satu kilometer ke sumber air bersih.

Rep: Riga Nurul Iman/ Red: Ani Nursalikah
Krisis Air.   (Republika/Yasin Habibi)
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Krisis Air. (Republika/Yasin Habibi)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Dampak musim kemarau mulai dirasakan sebagian warga di selatan Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Dalam beberapa pekan terakhir sebagian warga di selatan Sukabumi mulai merasakan kesulitan mendapatkan pasokan air bersih akibat kekeringan.

Salah satunya warga yang tinggal di Kampung Cimapag, Desa Cikarae Toyyibah, Kecamatan Cikidang, Kabupaten Sukabumi. Di wilayah tersebut warganya harus berjalan sejauh satu kilometer untuk mendapatkan pasokan air bersih. Mereka mengambil air ke sumber mata air bersih dengan melalui jalan yang terjal dan licin.

"Warga mengambil air untuk keperluan minum dan buat kebutuhan sehari-hari," ujar warga Kampung Cimapag, Yeti Hayati (30 tahun) kepada wartawan, Selasa (24/7).

Ia mengaku harus berjalan sekitar satu kilometer dari rumah hingga ke sumber mata air. Menurut Yeti, warga terpaksa mengambil ke sumber mata air karena sumur di permukiman warga mengering akibat kemarau.

Warga terpaksa mencari air untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jika sumber mata air mengecil maka warga terpaksa membeli air galon dengan harga Rp 9.000 per galon.

Yayah (54), warga lainnya menambahkan, untuk mengambil air membutuhkan perjuangan karena jalannya curam. Namun warga saat tidak mempunyai alternatif lain untuk mendapatkan air bersih.

Sebelumnya, kata Yayah, pada saat musim kemarau pun masih tersedia air. Kini warga kesulitan mendapatkan air hingga mencari sumber mata air.

Kepala Desa Cikarea Toyyibah Ukat Sukatma mengatakan, dampak kekeringan sudah melanda wilayahnya sejak tiga bulan lalu. "Kami sudah memohon bantuan supaya warga kami menikmati air bersih," kata dia.

Di sumber mata air ini belum ada bak penampungan air atau toren untuk memudahkan warga mengambil air bersih. "Harapanya pemerintah bisa membangun toren dan pipanisasi untuk saluran ke permukiman warga," kata Ukat.

Hal ini dinilai akan sangat membantu bagi warga terutama di musim kemarau. Kepala Bidang Kedaruratan dan Logistik, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Sukabumi Maman Suherman mengatakan, hingga kini belum ada satu pun kecamatan yang melaporkan wilayahnya melaporkan terdampak kekeringan.

"Belum ada laporan dampak kekeringan di Sukabumi," kata dia.

Di tempat terpisah, BPBD Kota Sukabumi mulai menerjunkan tim ke lapangan untuk memantau dampak kekeringan. "Petugas dikerahkan karena ada laporan dampak kekeringan sudah dirasakan masyarakat. Misalnya, debit air sumur di permukiman warga yang mulai berkurang dibandingkan sebelumnya," ujar Kepala Seksi Pencegahan dan Kesiapsiagaan, BPBD Kota Sukabumi Zulkarnain Barhami. 

Selain itu, dahan dan daun pohon di pinggiran jalan dan permukiman warga menguning akibat kekeringan. Sejumlah fenomena tersebut dinilai merupakan pertanda awal kekeringan.

Zulkarnain mengatakan, tim yang dikerahkan tersebut nantinya akan melaporkan hasil pantauannya. Jika di lapangan ada warga yang kesulitan sarana air bersih maka petugas BPBD akan memberikan bantuan. Caranya berkoordinasi dengan instansi terkait lainnya dalam upaya penyediaan sarana air bersih.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement