Senin 23 Jul 2018 15:34 WIB

KPK Minta Komisi III Soroti Dualisme Pengelolaan Lapas

Dualisme pengelolaan lapas berakibat munculnya jual beli fasilitas.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Ratna Puspita
[Ilustrasi] Penyidik KPK disaksikan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kiri) memperlihatkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) terkait fasilitas napi korupsi di Lapas Sukamiskin saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7).
Foto: Republika/Mahmud Muhyidin
[Ilustrasi] Penyidik KPK disaksikan Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif (kiri) memperlihatkan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) terkait fasilitas napi korupsi di Lapas Sukamiskin saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Sabtu (21/7).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode Muhammad Syarif mengungkap adanya dualisme dalam pengelolaan Lembaga Permasyarakatan (Lapas) di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM). Dualisme ini menjadi salah satu persoalan kacaunya pengelolaan di Lapas, termasuk berakibat munculnya kasus jual beli fasilitas di Lapas Sukamiskin.

Laode mengatakan, dualisme yang terjadi antara kewenangan Sekretaris Jenderal (Setjen) Kementerian Hukum dan HAM dan Direktorat Jenderal Permasyarakatan (Ditjen PAS) Kemenkumham. Ia mengatakan sebenarnya bukan direktur jenderal pemasyarakatan yang berkuasa di lapas, melainkan sekjen. 

Persoalan kewenangan itu, ia mengatakan, pernah membuat dirjen pemasyarakat Kemenkumham mengundurkan diri. ”Saya rasa pikir perlu menjadi catatan komisi III DPR,” kata Laode saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (23/7).

Menurutnya, dualisme terjadi karena dua pihak tersebut mengatur bidang pengelolaan lapas dengan terpisah. Ditjen PAS hanya mengurusi terkait teknis, tetapi pengelolaan personel dan pegawai berada di bidang kesetjenan.

"Jadi kalau ada rapat dengan Kemenkumham tolong ini di-mainstream-kan karena Ibu dirjen hanya ngomong tentang teknik di sana, tetapi orangnya diatur oleh sekjennya. Jadi, ini yang perlu diperhatikan," ujar Laode.

Padahal, Laode mengatakan, persoalan di lapas sangatlah kompleks. Laode mengungkap, berdasarkan kajian KPK tahun 2008, temuan dan rekomendasi belum dijalankan secara utuh, salah satunya tidak ada kode etik yang ketat bagi Ditjen PAS dan Lapas.

Kedua, persoalan lainnya rendahnya keterbukaan informasi pemberiaan asimilasi, bebas bersyarat, cuti bersyarat, di Lapas. "Rendahnya pemanfaatnan IT dalam pelayanan masyakarat. Tidak efektifnya sarana pengaduan masyarakat," kata Laode.

Selain itu, persoalan lainnya yang tak kunjung terpecahkan adalah jumlah petugas Lapas yang terbatas. “Ini yang selalumenjadi keluhan over kapasitas yang melebihi 250 persen," ujarnya. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement