REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) meminta masyarakat mewaspadai gelombang tinggi di beberapa daerah di Indonesia. Gelombang setinggi enam meter diperkirakan akan terjadi pada 22 hingga 26 Juli 2018.
Kabag Humas BMKG, Harry Tirto, mengatakan, Kedeputian Meteorologi memprediksi ada peningkatan kecepatan angin timuran hingga 37 km/jam di beberawa wilayah Tanah Air. Peningkatan kecepatan angin terjadi di daerah, perairan Bengkulu hingga barat Lampung, perairan selatan Banten hingga Jawa Timur.
Kemudian perairan selatan Kalimantan, laut Jawa bagain tengah dan barat, laut Banda, perairan Kepulauan Sermata sampai Kepulauan Tanimbar, perairan Kepulauan Kei sampai Kepulauan Aru, perairan Agats sampai Amamapere, perairan Yos Sudarso, perairan Merauke, dan laut Arafuru.
"Potensi gelombang tinggi diperkirakan terjadi di perairan Indonesia pada 22-26 Juli 2018 di beberapa wilayah," kata Harry dalam keterangan tertulis pada wartawan, Ahad (22/7).
Ia mengatakan puncak kondisi ekstrem diperkirakan terjadi pada 24-25 Juli 2018. Gelombang setinggi 1,25–2,5 meter (sangat waspada) berpeluang terjadi di Selat Malaka bagian utara, laut Natuna Utara, laut Jawa, perairan timur Kotabaru, Selat Makassar bagian selatan, perairan Kepulauan Selayar, laut Flores, perairan Baubau– Kepulauan Wakatobi, laut Banda, perairan selatan Pulau Buru– Pulau Seram, perairan Kepulauan Kei-Kepulauan Aru, perairan Kep Babar-Kep Tanimbar, laut Arafuru, perairan Jayapura.
Sementara itu, gelombang setinggi 2,5 - 4 meter (berbahaya) berpeluang terjadi di perairan Sabang, perairan utara dan barat Aceh, perairan barat Pulau Simeulue hingga Kep Mentawai, perairan barat Bengkulu – Kep Enggano, perairan barat Lampung, Selat Sunda bagian selatan, perairan selatan Jawa hingga Pulau Sumbawa, Selat Bali–Selat Lombok–Selat Alas bagian selatan, perairan selatan Pulau Sumba, laut Sawu, perairan selatan–Pulau Rote.
Pada 24 – 26 Juli, gelombang setinggi 4 hingga 6 meter (sangat berbahaya) berpeluang terjadi di perairan barat Aceh, perairan barat Pulau Simeulue hingga Kep Mentawai, perairan barat Bengkulu Lampung, Samudra Hindia barat Sumatra, perairan selatan Jawa hingga Pulau Sumba, Selat Bali–Selat Lombok–Selat Alas bagian selatan, Samudra Hindia selatan Jawa hingga NTB.
Harry mengatakan, sejumlah faktor menjadi penyebab terjadinya kondisi cuaca signifikan tersebut. Seperti masuknya periode puncak musim kemarau (Juli-Agustus) khususnya di wilayah Indonesia bagian selatan (Jawa, Bali, Nusa Tenggara). Hal itu ditandai dengan berhembusnya massa udara (angin) yang dingin dan kering dari wilayah Australia.
Sehingga dampaknya, minim potensi hujan dan terjadi peningkatan kecepatan angin di wilayah Indonesia bagian selatan pada periode tersebut.
Sementara itu, kondisi tekanan tinggi yang bertahan di Samudra Hindia (barat Australia) atau disebut Mascarene High memicu terjadinya gelombang tinggi di perairan selatan Indonesia. Hal itu dikarenakan kecepatan angin yang tinggi di sekitar wilayah kejadian mascarene high di Samudra Hindia (barat Australia) dan terjadinya swell/alun yang dibangkitkan oleh mascarane high menjalar hingga wilayah Perairan Barat Sumatra, Selatan Jawa hingga P Sumba.
Kondisi tersebut juga berdampak pada peningkatan tinggi gelombang hingga berkisar 4-6 meter di perairan selatan Jawa hingga Nusa Tenggara.