Sabtu 21 Jul 2018 00:21 WIB

Perhutanan Sosial Butuh Akses Pasar

Masyarakat lebih tergiur jika ada kepastian lakunya komoditas yng digarap

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Esthi Maharani
Hutan
Foto: rtr
Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG - Peningkatan produksi perhutanan sosial baru bisa dilakukan bila akses pasar tersedia. Direktur Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Hargyono, menyebutkan bahwa kelompok-kelompok masyarakat akan lebih tergiur untuk memanfaatkan perhutanan sosial bila memang ada kepastian laku-tidaknya komoditas yang digarap.

Ketersediaan akses pasar dan kepastian harga wajar yang diterima atas komoditas yang digarap, diyakini bisa menjadi jurus ampuh untuk menekan angka pembalakan liar dan pembukaan lahan secara ilegal. Salah satu langkah yang dilakukan pemerintah demi menyediakan akses pasar tersebut, yakni dengan menggandeng pihak swasta atau pelaku wirausaha sosial yang bertugas sebagai offtaker atau pembeli hasil hutan bukan kayu yang diolah.

Pelibatan wirausaha sosial atau swasta dalam pemasaran produk perhutanan sosial ini diterapkan di Sumatra Barat, khususnya di KPHL Bukit Barisan seluas 85 ribu hektare. Pemerintah menggandeng PT Sahabat Usaha Rakyat (SUR), sebagai jembatan dalam memasarkan produk komoditas perhutanan sosial. Nantinya, PT SUR bertugas menampung produk-produk perhutanan sosial seperti rotan, manau, kopi, dan hasil hutan bukan kayu lainnya. Selanjutnya, produk perhutanan sosial akan dipasarkan ke luar Sumbar.

"Rotan misalnya, industrinya masih terpusat di Cirebon, Jawa Barat. Nanti PT SUR selain menampung masyarakat, juga akan koordinir pengolahannya jadi produk setengah jadi. Dibawa ke Cirebon, rotan sudah ada nilai tambah," jelas Hargyono di Padang, Jumat (20/7).

Kepala KPHL Bukit Barisan, Bambang Suyono, menambahkan bahwa dari sekitar 2,4 juta luasan kawasan hutan di Sumbar, 200 ribu hektare di antaranya sudah diterbitkan izinnya untuk perhutanan sosial. Skema yang dijalankan pun beragam, mulai dari hutan desa, hutan tanaman rakyat, hutan kemasyarakatan, dan kemitraan kehutanan. Sementara untuk hutan adat, pemerintah masih menggodok izinnya. Nantinya, 12 kelompok masyarakat akan dilibatkan dalam pengelolaan perhutanan sosial di KPHL Bukit Barisan yang mencakup 10 kabupaten/kota di Sumbar ini.

"Melalui kerja sama dengan PT SUR, nanti perhutanan sosial yang memiliki potensi rotan, manau, atau yang lainnya, akan kami coba galang sehingga potensi di situ memberikan manfaat," jelas Bambang.

Direktur PT SUR, Widya Wicaksana, mengungkapkan bahwa untuk tahap awal pengelolaan perhutanan sosial ini pihaknya fokus pada komoditas rotan. Pihaknya juga akan membantu memfasilitasi kelompok masyarakat untuk mengolah rotan mentah menjadi produk setengah jadi. Ia berharap peningkatan nilai tambah produk rotan bisa menambah minat pasar terhadap produk rotan dari Sumbar.

"Produk rotan dari kelompok perhutanan sosial ini akan masuk ke industri furnitur atau rotan misalnya ke Cirebon. Secara bertahap kita lihat kalau memungkinkan industri kami ajak ke sini untuk investasi," jelas Widya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement