Rabu 18 Jul 2018 00:01 WIB

TGB: Ini Bukan soal Pilpres, Tapi Cara Pahami Agama

TGB meminta tidak ada pihak yang menggunakan analogi Perang Badar.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).
Foto: Republika TV/Fian Firatmaja
Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), M Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Tuan Guru Bajang (TGB) Muhammad Zainul Majdi berharap semua pihak memiliki kesepahaman yang sama terkait penerapan nilai agama dalam kehidupan berbangsa. Tujuannya agar bangsa, khususnya umat Islam di Indonesia, tidak terpecah-belah.

"Saya harapkan kita semua punya kesepahaman di situ, ini bukan untuk 2019, 2024, 2029, atau kontestasi lima tahunan, tapi ini bicara tentang bagaimana kita memahami nilai-nilai agama dalam kehidupan berbangsa kita," kata dia di kantor Republika, Jakarta, Selasa (17/7).

TGB menyampaikan itu karena memiliki alasan. Pernah suatu kali ia diundang untuk berceramah. Namun ada penceramah sebelum dia, yang menurut TGB, memobilisasi semangat para jamaah bahwa yang akan dihadapi pada 2019 itu adalah jihad dan pertarungan antara haq dan bathil.

"Saya ngalamin sendiri, ada yang ceramah sebelum saya, jadi memobilisasi semangat bahwa yang kita hadapi itu jihad, bahwa sebentar lagi itu pertarungan antara haq dan bathil," papar dia.

Padahal, menurut TGB, ada hal-hal lain yang justru tidak kalah penting. "(Misalnya) mengapresiasi satu sama lain, mengintrospeksi diri dan hal-hal lainnya. Jadi ini semua yang paling penting," katanya menambahkan.

Baca juga, Gerindra tak Gentar dengan Dukungan TGB pada Jokowi.

TGB juga meminta agar tidak ada pihak manapun yang menggunakan berbagai analogi yang menunjukkan seolah-olah akan menghadapi perang badar atau khandaq. Ia juga tidak setuju dengan pihak yang mengutip secara langsung ayat-ayat perang untuk menghadapi Pilpres 2019.

"Itu bahaya betul karena yang saya pahami, salah satu yang diingatkan oleh Allah berulang-ulang di dalam Alquran itu ketika bicara tentang Bani Israel. Yuharrifu nal kalimah an-mawadi'ih," jelas dia.

Ayat tersebut, papar TGB, menjelaskan tentang penyelewengan ayat dari tempatnya. "Bukan membuangnya, bukan menghilangkannya, tapi mencabut dari konteksnya, dan kemudian menggunakan untuk kepentingannya," ujar dia.

Padahal, TGB menambahkan, bila membaca sejarah Islam, praktik seperti itu digunakan oleh kelompok Khawarij. "Kalau kata salah seorang salafussaleh, jadi mereka mencari ayat-ayat yang sebetulnya turun dalam konteks yang jelas untuk ke Quraisy, lalu mereka menerapkannya kepada (konteks) yang lain," ungkapnya.

Karena itu, TGB meminta agar semua pihak berhati-hati betul terkait itu. Sebab, jika praktik tersebut dilakukan, maka negara ini bukan hanya akan terbelah sebagai bangsa tapi umat justru akan menambah amunisi dalam memecah-belah satu sama lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement