Selasa 17 Jul 2018 20:37 WIB

Demokrat: Golkar Masih Berpeluang Bangun Koalisi Baru

Demokrat menyiapkan beberapa strategi jelang pendaftaran capres dan cawapres.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Bayu Hermawan
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik.
Foto: Republika/TAHTA AIDILLA
Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP Partai Demokrat Rachland Nashidik.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Demokrat menyiapkan beberapa strategi jelang pendaftaran calon presiden (capres) dan cawapres 2019. Selain rencana berkoalisi dengan kubu Prabowo atau Jokowi, Demokrat menyiapkan poros ketiga yakni berkoalisi dengan Golkar.

Wasekjen DPP Partai Demokrat, Rachland Nashidik menilai partai Golkar masih berpeluang membuat koalisi baru bila Ketua Umumnya Airlangga Hartarto tidak diambil sebagai calon wakil presiden (cawapres) oleh Jokowi. Dan ia menilai partai koalisi Jokowi yang berpeluang bergabung ke koalisi baru ketika cawapres Jokowi tidak hanya Golkar.

"Tapi Golkar akan jadi contohnya, kalau Golkar akhirnya memilih untuk maju maka akan ada peluang bersama Demokrat membentuk poros baru. Karena bagaimanapun juga Golkar partai besar setelah, wajar bila Golkar menawarkan cawapres kepada Jokowi," kata Rachland kepada wartawan, Selasa (17/7).

Namun, menurutnya lain cerita bila Jokowi tidak mengambil cawapres dari Golkar. Wajar bila Golkar berpikir ulang berkoalisi dengan Jokowi dan membentuk koalisi baru bersama partai lain. Dan ia mengatakan Demokrat akan sangat siap berkoalisi dengan Golkar membentuk poros baru.

Rachland menyebut Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) tentu akan ditawarkan sebagai cawapres bila koalisi bersama Golkar terjadi. Ia beralasan Golkar akan rasional sebagai partai besar ketika berkoalisi tapi tanpa kader partai yang diusung. Sebab dukungan seperti ini akan menimbulkan apa yang disebut coattail effect (efek ekor jas).

Baca Juga: Pengamat: Demokrat Harus Kerja Keras Bentuk Poros Ketiga

Teori efek ekor jas ini menyebut suara partai akan tergerus karena mengusung capres diluar kader sendiri, karena pemilih akan memilih partai yang memiliki kader yang dicapreskan. Dan Golkar, menurut Rachland akan sangat memperhitungkan ini bila ikut mendukung Jokowi tanpa kadernya yang menjadi cawapres.

Rachland menyadari strategi ini sepertinya sudah dibaca Jokowi. Ini akan terlihat dengan Jokowi sengaja mengulur waktu pengumuman cawapres di menit terakhir penutupan pendaftaran capres-cawapres.

"Kalau Pak Jokowi sengaja mengumumkan (cawapres) di menit terakhir pendaftaran, artinya Pak Jokowi sengaja menyandera partai politik pendukungnya," ujar Rachland.

Golkar sendiri tidak menampik ada tawaran koalisi yang disodorkan Demokrat. Hal ini disampaikan Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto beberapa waktu yang lalu, setelah kunjungan Jusuf Kalla ke rumah dinas Ketua Umum Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Hal senada disampaikan pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio yang melihat ada potensi Partai Golkar keluar dari koalisi Joko Widodo di Pilpres 2019. Menurut dia, Golkar bisa saja keluar dari koalisi Jokowi dan membentuk poros baru bersama Partai Demokrat. Dan Airlangga bisa saja sebagai capres dipasangkan dengan cawapres Ketua Kogasma Partai Demokrat, AHY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement