Selasa 17 Jul 2018 14:28 WIB

Bawas MA: Hakim Banyak Lakukan Pelanggaran

Badan MA berikan sanksi 81 pegawai pengadilan yang terdiri dari hakim dan nonhakim

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Esthi Maharani
Mahkamah Agung
Foto: Republika
Mahkamah Agung

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Berbagai pelanggaran seperti suap menyuap, gratifikasi, dan lainnya dalam proses peradilan di Indonesia masih marak ditemukan. Bahkan hingga bulan Juli 2018 saja, Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA) telah memberikan sanksi kepada 81 pegawai pengadilan yang terbukti melakukan penyimpangan.

"Yang sudah diberikan sanksi itu ada 81, tapi yang masih proses sekarang memang masih banyak," kata Kepala Bawas MA Nugroho Setiadji dalam Lokakarya Media di Bogor, Selasa (17/7).

Dia mengatakan, pegawai pengadilan yang diberikan sanksi tersebut terdiri dari unsur hakim maupun non-hakim. Namun menurut dia, yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah hakim.

Sebenarnya, kata dia, kewenangan Bawas MA hanya melakukan pemeriksaan hingga tahap merekomendasikan sanksi. Untuk kemudian, sanksi yang direkomendasikan tersebut diserahkan kepada pemimpin para pegawai pengadilan yang terbukti bersalah tersebut.

"Jadi kalau rekomendasi kami (soal sanksi) itu di acc pemimpinnya, ya sanksi itu jadi diberikan kepada yang bersangkutan," tegas dia.

Menurut dia, salah satu faktor penyebab terjadinya praktik-praktik tersebut, karena mindset dari pegawai pengadilan terkait gratifikasi, suap menyuap dan praktik kotor lainnya masih belum berubah. Sehingga hingga saat ini praktik-praktik tersebut masih banyak ditemukan bahkan dianggap sebagai hal yang wajar.

"Mindset itu belum berubah, saya selalu ingatkan kepada semua pegawai kalau kita itu tanggal 1 sudah digaji. Nah ini kan luar biasa? Belum bekerja sudah digaji. Makanya harus bisa mengubah mindset itu," jelas Nugroho.

Sementara itu, lanjut Nugroho, untuk jumlah operasi tangkap tangan (OTT) yang melibatkan pegawai pengadilan masih cenderung minim. Sebab jika merujuk data, jumlah OTT pegawai pengadilan dari tahun 2012 hingga 2018 terjadi sebanyak 23 kasus.

"Ya selama enam tahunan itu ada total 23 OTT. 15 kasus melibatkan hakim, dan 8 non hakim," jelas dia.

Bagaimanapun, kata dia, praktik-praktik tersebut harus terus diminimalisasi bahkan ditiadakan dalam proses pengadilan di Indonesia. Karenanya Bawas MA pun terus mengupayakan untuk melakukan pengawasan yang  lebih ketat, sehingga visi menciptakan pengadilan yang bersih segera tercapai.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement