Selasa 17 Jul 2018 00:02 WIB

Median Sebut Nama Cawapres Masih Simpang Siur

Ambang batas presiden 20 persen dianggap buat proses pencarian cawapres lebih rumit

Rep: Ali Mansur/ Red: Bilal Ramadhan
Prabowo Subianto dan Jokowi.
Foto: AP
Prabowo Subianto dan Jokowi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Eksekutif Median, Rico Marbun, menilai sampai saat ini nama-nama bakal calon wakil presiden (cawapres) masih belum mengerucut. Tidak hanya dari kubu Prabowo Subianto, tapi juga kubu pengusung Joko Widodo yang masih belum merucutkan nama-nama pendampingnya.

Bahkan menurut Rico, yang beredar selama ini adalah nama yang beredar beberapa bulan lalu. Nama yang beredar saat ini di kubu Jokowi dan Prabowo sebenarnya nama yang sama sudah didengar sejak beberapa bulan lalu.

"Hanya saja sekarang ditambah embel-embel angka dan embel-embel latar belakang," jelas Rico Marbun, saat dihubungi melalui pesan singkat, Senin (16/7).

Memang, kata Rico, kutukan sistem pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres) berbarengan dan angka presidential treshold 20 persen membuat mencari cawapres menjadi lebih rumit dibanding pemilu sebelumnya. Saat ini bagi partai politik (parpol) yang memiliki calon presiden (capres) dan cawapres yang terasosiasi kuat dengan parpolnya adalah syarat utama survival di 2019.

"Sekarang hanya ada tiga parpol yang mengalami kenaikan elektoral semenjak 2014 lalu, yaitu PDI Perjuangan, Partai Gerindra, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Jokowi terasosiasi dengan PDI Perjuangan, Prabowo dengan Partai Gerindra dan Muhaimin Iskandar alias Cak Imin dengan PKB. Jadi sulit membayangkan partai politik menerima kandidat diluar mereka sebagai cawapres," tutur Rico.

Sementara dari hasil survei Median, untuk kandidat cawapres pendamping Prabowo tertinggi adalah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), mantan Panglima TNI, Gatot Nurmantyo, serta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan. Lanjut Rico, kemungkinan Anies bisa diterima jadi capres oleh Partai Gerindra dengan syarat Anies menjadi kadernya.

"Sebab Partai Gerindra akan kehilangan keunggulan elektoral yang selama dinikmati jika Prabowo tidak jadi maju," ucapnya.

Sebelumnya, PKS sempat menawarkan pasangan Anies Baswedan-Ahmad Heryawan kepada Partai Gerindra dan partai-partai lain sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden pada pemilihan presiden atau Pilpres 2019. Nama keduanya muncul dalam simulasi pencalonan presiden yang dilakukan PKS saat ini. Namun sayang isu Anies-Aher kembali menguap.

"Seharusnya memang PKS harus memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan tidak tergantung pada siapapun dalam menentukan posisi," terang Rico.

Selanjutnya terkait poros baru, Rico menilai, peluang itu masih ada. Memang pasca pernyataan Cak Imin bahwa PKB mendukung Joko Widodo pada Pilpres 2019 peluangnya semakin sempit.

Namun, kata Rico, apabila melihat dukungan PKB pada Joko Widodo adalah dukungan bersyarat. Sehingga peluang terbentuk poros baru masih tetap terjaga sampai pendaftaran capres dan cawapres pada Agustus mendatang.

"Jika Jokowi mengambil Cak Imin menjadi cawapres poros baru kemungkinan tertutup, tapi jika Cak Imin tidak dipilih maka poros ketiga sangat mungkin muncul," jelasnya.

Saat ini, sudah ada sembilan partai politik yang mendeklarasikan mendukung Joko Widodo pada Pilpres 2019, yakni PDI Perjuangan, Golkar, Nasdem, Hanura, PPP, PKPI, PSI, Perindo dan terakhir PKB. Sementara sampai detik ini ada tiga partai pendukung Prabowo Subianto, yaitu Partai Gerindra, PKS dan PAN.

Sedangkan satu partai besar, yakni Partai Demokrat masih belum menentukan arahnya. Partai berlambang Bintang Mercy itu masih menawarkan AHY untuk didaulat sebagai cawapres. Terakhir AHY sempat dijodohkan dengan Prabowo Subianto untuk Pilpres 2019. AHY yang berusia jauh lebih muda diharapkan dapat menggaet pemilih pemula dan kaum milineal.

Wacana pasangan Prabowo-AHY itu muncul usai kunjungan Wakil Ketua Umum Demokrat Syarif Hasan ke kediaman Prabowo Subianto di Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement