REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan dua tersangka terkait kasus suap terkait proyek pembangkit listrik milik PT PLN di Riau. Salah satu tersangka yang berinisial EMS (Eni Maulani Saragih) merupakan anggota komisi VII DPR.
Diduga penerimaan kali ini merupakan penerimaan yang keempat dari tersangka lainnya, pengusaha JBK (Johanes B Kotjo) kepada EMS (Eni Maulani Saragih) dengan nilai total Rp4,8 miliar. Berdasarkan penelusuran melalui acch.kpk.go.id, Eni tercatat melaporkan harta kekayaannya pada 29 Desember 2014. Saat dirinya menjadi anggota Komisi VII DPR RI periode 2014-2019.
Total harta yang Eni miliki dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) tersebut adalah 7.217.632.000 dan USD 20 ribu. Harta tersebut terdiri harta tidak bergerak dan harta bergerak.
Untuk harta tidak bergerak, Eni tercatat memiliki tanah dan bangunan di sejumlah wilayah seperti Tangerang, Lebak, dan Gresik yang mencapai total Rp 3.180.604.000.
Sementara harta bergerak yang dilaporkan Eni yakni senilai total Rp 3.004.100.000. Jumlah total harta bergerak tersebut tak dijabarkan oleh Eni berupa apa saja.
Dalam laman tersebut Eni hanya tercatat memiliki Toyota Kijang Innova senilai Rp 160 juta. Eni juga tercatat memiliki giro dan setara kas lainnya sejumlah Rp 1,1 miliar dan USD 20 ribu. Eni memiliki utang dalam bentuk pinjaman sebesar Rp 227.072.000.
Sebelumnya KPK mengamankan 13 orang yaitu TM (Tahta Maharaya) keponakan EMS, (ARU) Audrey Ratna Justiyanti sekrtaris Johanes B Kotjo, MAK (M Al Kafidz) suami EMS dan delapan lainnya terdiri dari sopir, ajudan, staf, dan pegawai PT Samantaka.
Setelah dilakukan pemeriksaan, Eni dan Johanes Kotjo ditetapkan sebagai tersangka. Eni disangka sebagai penerima suap, sementara Johanes Kotjo sebagai pemberi suap. Johanes Kotjo merupakan pihak swasta pemegang sajam Blackgold Natural Resources Limited.
Sebagai pihak yang diduga pemberi Johannes Budisutrisno Kotjo disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) KUHP. Sedangkan, sebagai pihak yang diduga penerima Eni Maulani Saragih disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto pasal 64 ayat (1) ke-1 KUHP.