REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memproses 3.133 laporan dan temuan dugaan pelanggaran selama tahapan pelaksanaan pemilihan umum kepala daerah (Pilkada) serentak 2018. Ribuan laporan tersebut tercatat hingga Kamis (12/7) hari ini.
Anggota Ratna Dewi Pettalolo di Jakarta, Kamis, mengatakan, temuan itu paling banyak diperoleh dari temuan pengawas lapangan. Namun, ada juga laporan masyarakat, pasangan calon, dan pemantau pemilu.
Ia memerinci, dugaan pelanggaran tersebut diperoleh dari hasil temuan pengawas lapangan sebanyak 2.038 kasus. Sisanya, yakni 1.095 laporan, berasal dari laporan masyarakat, pasangan calon, dan pemantau pemilu.
Ribuan laporan dan temuan tersebut terdiri atas 291 pelanggaran pidana, 853 pelanggaran administrasi, 114 pelanggaran kode etik, dan 712 pelanggaran hukum lainnya yang menyangkut keterlibatan aparatur sipil negara. Sementara itu, 619 lainnya dikategorikan tidak terbukti sebagai pelanggaran setelah dilakukan pemeriksaan oleh Bawaslu.
Ratna menyebutkan dugaan pelanggaran tertinggi ditemukan di Provinsi Sulawesi Selatan, dengan 220 laporan masyarakat dan 286 temuan pengawas pemilu. Dugaan pelanggaran tersebut antara lain politik uang dan perbuatan yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon kepala daerah.
Ia menambahkan tahapan penyelenggaraan tertinggi terjadi di tahapan kampanye. “Jadi selama tahapan pendaftaran sampai rekapitulasi, setelah kami rekap, kemudian kami dapatkan pelanggaran tertinggi terjadi di tahapan kampanye, yaitu sebanyak 1.333 dugaan pelanggaran," jelas Ratna.
Ketua Bawaslu RI Abhan menyebutkan 41 anggota pengawas di daerah mengalami kerugian selama pelaksanaan tahapan Pilkada serentak pada 27 Juni lalu. Kerugian tersebut, yakni meninggal dunia, kecelakaan dan mendapat ancaman.
"Kategori meninggal dunia dari tahapan awal ada 19 personel, kecelakaan ada sembilan orang, dan yang mendapat intimidasi dari tim sukses maupun pihak-pihak lain itu ada 13 orang," ujar Abhan.